76 TAHUN UNITED BIBLE SOCIETIES (UBS)  Bertahan dan Bangkit dari Kegetiran Perang Hingga Pandemi

76 TAHUN UNITED BIBLE SOCIETIES (UBS) Bertahan dan Bangkit dari Kegetiran Perang Hingga Pandemi

 

Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam kesesakan sangat terbukti.

Sebab itu kita tidak akan takut, sekalipun bumi berubah, sekalipun gunung-gunung goncang di dalam laut;

sekalipun ribut dan berbuih airnya, sekalipun gunung-gunung goyang oleh geloranya. (Mazmur 46:2-4)


Pada 6 Mei 1946, para utusan dari 13 lembaga Alkitab dari seluruh dunia berkumpul di Sussex, Inggris Raya. Beberapa di antara utusan-utusan gereja dan lembaga Alkitab belum pulih dari kegetiran akibat perang. Bahkan ada di antara mereka yang selama bertahun-tahun hidup sebagai tawanan perang. Meski tragedi perang belum hilang dari benak,  para peserta tidak memperlihatkan kesedihan dan keluh kesah yang berlebihan. Malahan muncul tekad yang kuat untuk membentuk sebuah persekutuan di dalam Kristus. Mereka adalah orang-orang yang sudah menyaksikan perlindungan dan pertolongan Allah dalam saat-saat penuh kesesakan dan ketakutan selama perang. 

Motivasi para utusan tersebut hampir sama, yaitu “kebutuhan umat manusia di seluruh dunia akan Firman Tuhan, dan membangun persekutuan Kristiani yang kokoh di antara lembaga-lembaga Alkitab untuk bekerja sama menyebarkan Firman Tuhan.” Motivasi  yang  tidak  pernah berubah  hingga hari ini ketika UBS merayakan ulang tahunnya yang ke-76.

Pada hari terakhir pertemuan, 9 Mei 1946, di bawah pimpinan Presiden UBS terpilih Eivind Berggrav, konsep anggaran dasar United Bible Societies (UBS) disepakati. Anggaran Dasar ini nantinya juga mendasari anggaran dasar dari berbagai lembaga Alkitab nasional yang berdiri setelahnya. Hari terakhir konferensi tersebut sekaligus disepakati menjadi tanggal berdirinya UBS.

Terbentuknya Perserikatan Lembaga Alkitab Sedunia (UBS) tidak bisa dilepaskan dari peran besar John Tempe, Sekretaris Umum Lembaga Alkitab Inggris (BFBS). Sedari masa sebelum perang, John Temple, didorong semangat persaudaraan kristiani, memikirkan bagaimana menyatukan lembaga-lembaga Alkitab nasional di seluruh dunia, agar kinerja mereka lebih efektif dan efisien. Tahun 1932, John Temple mengundang perwakilan lembaga-lembaga Alkitab bertemu di London. Selanjutnya Temple melawat ke New York menemui para petinggi Lembaga Alkitab Amerika guna membicarakan pendirian UBS.  Temple juga hadir pada pertemuan tahun 1939 di Belanda. Tapi niat mulianya mesti tertunda karena datangnya Perang Dunia II.

 

John Temple Menuju  Norwegia

Tak lama setelah Perang Dunia II berakhir, Sekretaris Umum Lembaga Alkitab Inggris (BFBS), Pdt. John Temple, yang sudah sejak awal 1930-an memperjuangkan kesatuan Lembaga-lembaga Alkitab, berangkat menuju  Norwegia untuk menemui Bishop Eivind Berggrav, Bishop Agung Gereja Lutheran Norwegia dan sekaligus Ketua Umum Lembaga Alkitab Norwegia. 

Berggrav boleh dikatakan sosok legendaris. Ia dikenal di banyak negara sebagai orang yang gigih menentang pendudukan Nazi Jerman di Norwegia. Berggrav melawan bukan dengan senapan dan peluru melainkan dengan senjata rohani. Berkat intervensi dua orang, bangsawan Count Helmuth von Moltke dan teolog Dietrich Bonhoeffer, Berggrav lolos dari eksekusi Nazi. Namun, ia mesti melewatkan hari-harinya selama bertahun-tahun masa perang di dalam tahanan rumah.

Diceritakan bahwa karena hidupnya yang penuh cinta kasih, para prajurit Nazi yang menjaganya harus selalu diganti, karena mereka luluh dan terpesona oleh kasih dan gaya hidup kristiani yang diperlihatkan Berggrav. Hidup Berggrav senantiasa mencerminkan ajaran Kristus.

“Pada situasi di mana perang berkecamuk, terutama saat negeri kita berada dalam himpitan penjajah asing kita semestinya mendekat kepada Tuhan,” demikian pesan Berggrav.

“Suara Tuhan tercermin dalam Kitab Suci. Ketika seseorang memerlukan tuntunan Firman Tuhan, Alkitab akan menyatakan sendiri isinya kepada kita. Tetapi ketika seseorang menolak dan mengatakan tidak membutuhkan Firman Tuhan, dia akan menemukan bahwa Alkitab merupakan buku yang isinya sulit dipahami. Hal tersebut sudah menjadi cerita umum di seluruh dunia.“

Sebelum keberangkatannya ke Norwegia, di London Bible House Temple menyatakan kepada rekannya di BFBS,” Jika saya bisa mendapatkan restu dan dukungan Berggrav, jalan kita untuk mendirikan Persekutuan Lembaga Alkitab akan semakin lancar.”

 

Berggrav Menumpangkan Tangan

Di Norwegia, Berggrav menyambut hangat kedatangan Temple. Bahkan Berggrav  dengan suka cita ingin turut mengambil peran aktif dalam  rencana mendirikan sebuah Persekutuan Lembaga Alkitab Sedunia- yang akan dinamakan UBS. Berggrav bahkan menyetujui saran Temple dengan bersedia  menjadi Presiden organisasi baru itu. “Saya ingin Norwegia memainkan peran yang lebih besar dalam menyediakan Alkitab bagi dunia,” kata Berggrav kepada Temple.

Pertemuan dengan pemimpin gereja Norwegia tersebut memberikan semangat dan keyakinan bagi Temple bahwa niat baiknya akan diberkati Tuhan. Ketika tiba saatnya  John Temple hendak pulang ke London, Temple mengajukan permintaan kepada Berggrav,” Semoga Anda bersedia memberikan berkat dan restu  untuk melanjutkan pekerjaan ini.”

Tanpa menunggu jawaban Berggrav, John Temple langsung berlutut. Berggrav menumpangkan tangannya dan berdoa semoga Allah memberkati gagasan membentuk sebuah lembaga yang akan mengkoordinasikan pelayanan lembaga-lembaga Alkitab nasional di seluruh dunia.

 

Pertemuan Sussex

Tiga belas lembaga-lembaga Alkitab yang hadir di Sussex  baru saja bangkit, setelah bertahun-tahun berjuang melewati krisis selama masa-masa Perang Dunia II. Daripada mengeluhkan keadaan mereka yang serba sulit, mereka malah memilih berbagi pengharapan, kasih dan pemulihan. Mereka sadar dunia saat itu membutuhkan Kabar Baik. Mereka tahu mereka harus bersatu untuk mewujudkan sebuah pelayanan yang efektif dan untuk menghormati Tuhan yang berkuasa atas hidup dan pelayanan. 

Dalam sambutannya di awal konferensi Lembaga-lembaga Alkitab, Pdt. John Temple mengatakan demikian,”Konferensi ini bertujuan untuk…..menyatukan pengetahuan, pemikiran dan menampung masukan-masukan bersama, dengan tetap meyakini bahwa persekutuan adalah kekuatan utama kita.”

Utusan Polandia, Alexander Enholc, di hadapan para peserta konferensi memberikan kesaksian bagaimana Depot Lembaga Alkitab di Polandia tetap berusaha melayani di tengah agresi militer Jerman. Demikian cerita Mr. Enholc. 

Pada hari-hari awal invasi Jerman, sebuah bom jatuh di dekat depot Lembaga Alkitab di Warsawa, meledakkan semua jendela dan pintu. Hanya satu panel kaca kecil saja yang tersisa di sana, di mana terdapat tulisan, 'Surga' dan bumi akan berlalu, tetapi kata-kata-Ku tidak akan berlalu.' 

Kata-kata itu selama bertahun-tahun tetap ada di sana. Sebuah petikan kecil teks Kitab Suci, melewati bulan-bulan yang panjang hingga bertahun-tahun. Orang-orang ketika mereka lewat akan melepas topi, menandatangani Salib dan berkata, “Ini adalah keajaiban.”

“Pekerjaan terus dilanjutkan meskipun situasinya sangat sulit. Pasukan Jerman memaksa papan nama depot diubah dari “The British and Foreign Bible Society” (Lembaga Alkitab Inggris) menjadi “The Bible Society” (Lembaga Alkitab), karena Jerman sangat berkeberatan dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan Inggris. Sejak saat itu plang nama kantor berubah menjadi “The Bible Society” ditulis dalam bahasa Polandia dan Jerman. Para pekerja depot masih bersyukur karena kantor masih boleh bekerja. Orang-orang menganggapnya sebagai keajaiban, bahwa satu-satunya institusi Inggris yang tidak dilarang selama masa perang adalah Lembaga Alkitab. 

Lepas dari bahaya dan masalah pertama, para pekerja di depot berjuang memanfaatkan kesempatan tersebut dengan menyebarluaskan 266.000 eksemplar Alkitab, Perjanjian Baru dan Porsion. Kolportase dan toko-toko buku sebenarnya dilarang, tetapi beberapa orang secara pribadi memilih berjuang menyebarkan Kitab Suci dengan risiko mati di tangan Jerman. Pada waktu itu masih diperbolehkan menjual buku-buku dalam bahasa Polandia, Ukraina dan Rusia. Sementara bahasa Inggris, Perancis dan Turki sangat dilarang. 

 “Empat kali saya dipanggil ke Gestapo (Polisi Rahasia Jerman), dan—terakhir kali saya tidak pernah berharap untuk kembali ke rumah. saya ditanya tentang pelayanan lembaga Alkitab. Saya ditanya apakah saya menentang Hitler? Syaa katakan saya tidak tahu tetapi saya menjawab demikian: Alkitab mengatakan bahwa semua pemerintah datang dari Tuhan.”

“Pejabat Gestapo itu menjawab,”Jawaban Anda benar, sekarang Anda bebas.”

 “Pada masa-masa awal peperangan, saya diangkut dan ditahan tentara Jerman selama beberapa minggu ke Polandia Timur. Selama saya tidak ada, istri saya mengambil alih pelayanan depot dan berjuang melalui pengepuan Jerman di sekitar Warsawa. Pada masa-masa sulit ia harus ikut antrean mendapatkan makanan dan kemudian juga mengamankan 12 kotak persediaan Kitab Suci, alat cetak dan mesin ketik. 

“Saat situasi perang semakin memanas, istri saya tidak dapat kembali dan selama enam bulan bersembunyi di gudang bawah tanah. Pada masa itu, Jerman memutuskan mengirim wanita dan anak-anak ke kamp konsentrasi. Sementara istri saya dipekerjakan di pertambangan. Istri saya protes kepada pihak Jerman, karena kesehatannya sangat buruk dan pekerjaan di pertambangan yang sangat keras membuatnya menderita secara fisik. Untunglah suatu ketika dia berhasil lolos. 

“Kami menerima simpati yang cukup besar dari Katolik Roma selama perang, dan mereka menunjukkan minat yang besar dalam pekerjaan dan menanyakan kapan depot akan dibuka kembali. Ribuan bahkan ratusan ribu orang membutuhkan Kitab Suci sebagai sumber pegangan, pengharapan dan inspirasi di tengah-tengah badai peperangan.”

 

Bertahan dan Bangkit dari Pandemi Covid-19

Michael Perreau, Director General UBS, dalam refleksinya dalam peringatan ulang tahun UBS menulis demikian, pada 76 tahun yang silam lembaga-lembaga Alkitab bangkit dari keterpurukan dan krisis akibat perang, bersatu dan menetapkan cara-cara baru dalam menyebarkan Kitab Suci secara lebih efektif. 

"Hari ini, Lembaga-lembaga Alkitab juga berhadapan dengan musim krisis yang lain. Musuh kita adalah virus yang tidak terlihat, tetapi telah merampok kehidupan dari tengah-tengah keluarga, teman dan rekan kerja kita tercinta. Cara-cara lama kita dalam menjalankan pelayanan terpaksa harus dirobohkan dan kita harus membangun kembali suatu cara baru dalam mengembangkan pelayanan Lembaga Alkitab.”

Meskipun masa depan pelayanan tidak selalu mudah Michael Perreau mengajak lembaga-lembaga Alkitab untuk terus menguatkan dan meneguhkan hati. Ada dua alasan utama mengapa kita tidak boleh takut. Pertama, Tuhan, sumber kebijaksanaan dan kreativitas kita, ada bersama kita. Tuhan Yesus mengakhiri Amanat Agung dengan kata-katanya yang abadi: Aku akan selalu menyertaimu, hingga akhir zaman. Hingga akhir dunia Tuhan tidak akan meninggalkan kita. 

Yang kedua adalah bahwa kita memiliki satu sama lain: lembaga-lembaga Alkitab meskipun tersebar di seluruh dunia, adalah satu di dalam keluarga Persekutuan Lembaga-lembaga Alkitab Sedunia (UBS). Seperti para pendahulu yang merintis berdirinya UBS, hari ini lembaga-lembaga Alkitab nasional diajak mengingat kekuatan utama UBS. Lembaga Alkitab diajak kembali saling bergandengan tangan ke depan. Kesatuan itu – Persekutuan – adalah  hadiah dan warisan yang telah diturunkan dari generasi ke generasi. Mari di hari ulang tahun ke-76 kita berdoa agar dapat mengelola hadiah ini, dan menguatkannya, agar terus maju dan tabah dalam panggilan untuk membagikan Alkitab ke seluruh dunia. 

Saat ini, UBS memiliki 150 anggota yang bekerja di lebih dari 240 negara dan teritorial di seluruh dunia. Alexander Schweitzer, Koordinator Penerjemahan UBS, ketika hadir di Jakarta pada 2016 pernah menyatakan, UBS kini menjadi lembaga misi kristiani yang terbesar di dunia. Dalam kapasitasnya sebagai lembaga non-profit, UBS merupakan organisasi terbesar ke dua di dunia di luar Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNO) terutama dalam luas wilayah dan teritorial yang mesti dilayani. 

Berdasarkan data terakhir yang disampaikan oleh Alexander Schweitzer, Alkitab telah diterjemahkan secara lengkap dalam 451 bahasa di dunia – hampir 7% dari jumlah bahasa yang ada di seluruh dunia. Saat ini ada 478 proyek penerjemahan yang sedang berjalan di seluruh dunia.  Dan masih 5692 bahasa yang menunggu untuk diterjemahkan.  Jumlah yang tidak sedikit. Oleh karena itu, hingga hari ini lembaga-lembaga Alkitab di berbagai belahan dunia terus bekerja keras mewujudkan panggilan dari pendirian UBS, menyebarkan Firman Allah kepada sebanyak mungkin orang dalam bahasa yang berterima, dan dengan harga yang terjangkau.(keb)