Ansri Nauw: Guru dari Sorong, Pejuang Literasi 

Ansri Nauw: Guru dari Sorong, Pejuang Literasi 

 


Di media sosial, sempat ramai pertanyaan dari netizen mengenai alasan pemilihan tanggal lahir Ki Hadjar Dewantara sebagai peringatan Hari Pendidikan Nasional. Ada anggapan bahwa beliau bukanlah tokoh Indonesia pertama yang mendirikan sekolah modern pertama di negeri ini. Taman Siswa yang didirikan Ki Hadjar pada tahun 1922 pun bukan jaringan sekolah terbesar. Lantas, mengapa Ki Hadjar Dewantara yang dipilih sebagai Bapak Pendidikan Nasional, dan ulang tahunnya dirayakan sebagai Hari Pendidikan Nasional?

Alasan utamanya adalah karena kiprah dan teladan yang diberikan Ki Hadjar Dewantara kepada Indonesia dan dunia pendidikan melampaui kiprahnya melalui Taman Siswa. Bersama E.F.E. Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo, Ki Hadjar yang waktu muda bernama Soewardi Soerjaningrat mendirikan Indische Partij pada tahun 1912. Indische Partij menjadi partai politik yang mengusung nasionalisme Indonesia paling maju dan paling terbuka hingga saat ini. Ki Hadjar Dewantara juga merupakan sosok yang memengaruhi kalangan intelektual Bumiputra maupun Indo progresif untuk mengadopsi nama "Indonesia" sebagai pengganti bagi Hindia maupun Hindia Belanda, ditandai dengan pendirian Indonesische Persbureau pada November 1913 di Belanda.

Semangat dan teladan Ki Hadjar Dewantara dalam mencerdaskan bangsa terus berlanjut dan menular bahkan setelah 70 tahun Indonesia merdeka. Di daerah Timur Indonesia, tepatnya di Sorong, Papua Barat, muncul Ansri Nauw yang melanjutkan cita-cita mulia tersebut dengan memberikan hidupnya untuk mencerdaskan anak-anak di sana. Ansri Nauw mendirikan Rumah Belajar bagi anak-anak di Sorong yang diberi nama EGAD KAIROS. EGAD sendiri merupakan akronim dari peserta didiknya yang paling antusias saat mengikuti proses belajar, yaitu Ester, Gabriel, Abraham, dan Daud. Sementara Kairos merupakan bahasa Yunani yang artinya "waktu Tuhan".

Melalui Rumah Belajar EGAD KAIROS ini, Ansri Nauw berupaya membangkitkan semangat belajar dan menyadarkan masyarakat akan pentingnya pendidikan, khususnya bagi anak-anak yang putus sekolah atau tidak memiliki akses pendidikan yang layak. Lewat pendekatan yang ramah dan penuh kasih sayang, Ansri berharap dapat mengembalikan semangat belajar dan memberikan harapan baru bagi anak-anak muda tersebut, layaknya cita-cita mulia Ki Hadjar Dewantara dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. 

Ansri Nauw lahir pada 8 Agustus 1983 di Sorong, Papua Barat Daya. Sorong, dikenal sebagai gerbang menuju Raja Ampat, sebuah pulau yang terkenal dengan keindahannya, juga dikenal dengan sebutan “kota minyak”. Sejak 1935, sebuah perusahaan minyak Belanda memulai pengeboran minyak bumi di daerah ini. Namun, pertumbuhan ini tidak diiringi dengan pengembangan sumber daya manusia setempat. Akibatnya warga setempat kesulitan untuk bersaing dengan para pendatang.

Keberhasilan pembangunan suatu daerah sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusianya. Semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat, semakin tinggi pula kualitas sumber daya manusia di daerah tersebut. Sebaliknya, ketika banyak anak tidak bersekolah, guru yang bermutu terbatas jumlahnya, serta banyak penduduk dewasa yang rendah pendidikannya, maka sangat sulit bagi suatu daerah untuk mencapai kesejahteraan yang diharapkan.

Karena menyadari fakta ini, Ansri Nauw yang asli Sorong memilih melayani sesamanya sebagai guru. Dia mengambil Jurusan Bahasa Inggris di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, di Universitas Victory Sorong.

 

Sehari-harinya Ansri Nauw merupakan seorang Guru SD Negeri 13 di Sorong, Papua Barat Daya. Ia menjalankan profesinya dengan penuh dedikasi. Kepribadiannya yang menyukai anak-anak membuatnya mudah dekat dan akrab dengan murid-muridnya. Di balik perannya sebagai seorang guru, Ansri memiliki kepedulian yang besar terhadap kondisi lingkungan sekitarnya.

Ansri melihat banyak anak muda di kompleks tempat tinggalnya yang terlibat dalam perilaku negatif, seperti tawuran, mabuk-mabukan di jalan, dan melakukan pemalakan. Bahkan, ada kasus yang lebih parah di mana seorang anak muda terlibat dalam pembunuhan. Setelah berusaha menggali lebih dalam, Asri menyimpulkan mayoritas dari anak muda yang berperilaku negatif karena mereka tidak menuntaskan pendidikan mereka.

Salah satu pemicu utama masalah ini adalah anggapan sebagian masyarakat yang memandang pendidikan bukanlah hal yang penting. Permasalahan adat tak jarang turut berpengaruh. Seperti, orang tua yang berselisih adat dan akhirnya salah satu pihak pindah tempat tinggal membawa seluruh keluarganya termasuk anak-anak. Akibatnya pendidikan anak jadi terbengkalai. Selain itu ada pula berbagai faktor lain, seperti: pernikahan dini, keluarga yang tidak utuh atau bercerai, serta anak-anak yang berurusan dengan masalah hukum, menjadikan mereka merasa malu untuk kembali bersekolah.

Perilaku negatif anak-anak muda dan tingginya angka putus sekolah, menggugah Asri Nauw untuk merintis sebuah Rumah Belajar pada 5 Oktober 2019. Rumah Belajar ini berlokasi di teras rumahnya sendiri di Distrik Malaimsisa, Sorong, Papua Barat Daya. Untuk menunjang kegiatan belajar, Ansri menyediakan fasilitas perpustakaan sederhana yang memiliki koleksi sekitar 500 buku, meliputi buku cerita anak, buku mata pelajaran, dan buku-buku dengan tema umum.

Melalui Rumah Belajar yang diberi nama EGAD KAIROS ini, Ansri berupaya memberikan pendidikan dan bimbingan kepada anak-anak muda yang putus sekolah atau tidak memiliki akses pendidikan yang layak. Dengan pendekatan yang ramah dan penuh kasih sayang, Ansri berharap dapat mengembalikan semangat belajar dan harapan baru bagi anak-anak muda di Malaimsisa, Sorong.

Kegiatan di Rumah Belajar EGAD KAIROS cukup beragam. Salah satunya adalah menggambar dan mewarnai, yang bertujuan untuk melatih imajinasi dan kreativitas anak-anak. Kegiatan ini berlangsung selama 30 menit dan membutuhkan kesabaran tinggi dari Ansri dalam mendampingi sekitar 30 anak berusia 4-12 tahun untuk menuangkan imajinasi mereka.

Selain itu, anak-anak juga diajak untuk mendengarkan dongeng cerita rakyat. Ansri meyakini bahwa mendongeng dapat meningkatkan semangat membaca anak-anak di tengah perkembangan teknologi yang pesat, di mana banyak anak saat ini lebih memilih menghabiskan waktu di depan gawai mereka. Salah satu cerita rakyat yang dibacakan berjudul "Lusi Dan Aplena Dari Teluk Mayalibit Raja Ampat".

Harapan besar dari kegiatan ini adalah agar anak-anak yang terbiasa membaca atau dibacakan dongeng cenderung memiliki konsentrasi dan kemampuan mendengarkan yang baik, ingatan yang kuat, kosakata yang kaya, dan pemahaman bahasa yang baik. Kegiatan di Rumah Belajar EGAD KAIROS ini berakhir pada pukul 5 sore waktu setempat.

Sebagai seorang guru yang mengajar rutin dari Senin hingga Jumat, Ansri Nauw hanya dapat membuka Rumah Belajar EGAD KAIROS pada hari Sabtu dan Minggu. Namun, dia tidak menutup diri untuk memberikan pendampingan khusus bagi anak-anak yang belum lancar membaca dan menulis di luar jadwal tersebut.

 

Selain menyelenggarakan kegiatan belajar, Ansri juga berupaya menanamkan kepedulian terhadap lingkungan sejak dini kepada anak-anak. Untuk itu, dia menggandeng lembaga Bank Sampah Sorong Raya yang banyak melakukan edukasi kepada masyarakat mengenai pengelolaan sampah dan proses daur ulang.

Anak-anak yang mengikuti kegiatan di Rumah Belajar diajak untuk memulai menyetorkan bungkusan berisi sampah-sampah plastik yang mereka bawa dari rumah masing-masing. Sebagai imbalannya, anak-anak akan mendapatkan uang dari hasil mengumpulkan sampah tersebut. Masing-masing anak juga diberikan buku tabungan untuk mencatat setiap uang yang diterima. Dengan cara ini, Ansri tidak hanya mengajarkan pentingnya kebersihan lingkungan, tetapi juga menumbuhkan rasa tanggungjawab dan kemandirian pada diri anak-anak sejak dini.

Ansri Nauw berjuang dengan gigih melalui Rumah Belajar EGAD KAIROS ini demi meningkatkan kualitas hidup kaumnya, agar mereka mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman dan tidak tertinggal dengan pendatang. Hingga saat ini, dia terus berjuang menghadapi berbagai tantangan dan berharap dapat berkontribusi dalam mengatasi masalah buta huruf di lingkungannya.

Meskipun banyak tantangan, Ansri bertekad untuk terus membangun komunikasi dengan seluruh komponen masyarakat untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pendidikan. Layaknya perumpamaan talenta dalam Matius 25, Ansri Nauw memikul tanggung jawab atas talenta yang dipercayakan oleh Tuannya dengan sepenuh hati dan tekad yang kuat. 

 

Sumber Pustaka:

Maria Lopes Costa, Fabio (2024). Sosok Inspiratif Kompas: Melayani Papua dengan Hati. 12-16. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.