“Apa Mahakaryamu Bagi Dunia?”

“Apa Mahakaryamu Bagi Dunia?”

 

Hallelujah. Hallelujah…And He shall reign forever and ever…King of Kings…And Lord of lords…

Dan Raja George II pun berdiri ketika oratorio ini dipentaskan dan sampai pada bagian ini. Inilah sebabnya ketika lagu “Hallelujah” dinyanyikan, secara tradisi, audience selalu diminta berdiri. Dan, siapa pula tidak mengenal lagu ini, yang selalu menghiasi dan menyemarakkan suasana Natal.

Lagu “Hallelujah” sangat popular di negeri ini dan bahkan di seluruh dunia sebagai sebuah mahakarya dari George Friedrich Handel, seorang musisi kelahiran Jerman yang dimasa produktifnya hidup di Inggris. Namun publik nampaknya kurang paham bahwa lagu “Hallelujah” hanyalah salah satu lagu dari serangkaian lagu-lagu yang berjumlah 53 lagu terhimpun menjadi sebuah narasi yang utuh, yang disebut sebagai oratorio Messiah.

Oratorio Messiah sendiri terbagi atas empat bagian, yakni:

  1. Nubuatan Kelahiran Kristus
  2. Karya Kristus, di bagian inilah, pada lagu ke 43, lagu Hallelujah berada
  3. Akhir Jaman
  4. Pengakuan Kemesiasan Kristus.

Bayangkan, sebuah narasi yang dinyanyikan terdiri dari 53 lagu, yang masing-masing merupakan komposisi musik dan syair. Walaupun untuk syair ini, Handel juga bekerjasama dengan orang lain. Sebuah mahakarya dalam liturgi gerejawi. Kita yang orang awam, tentu saja tidak akan bisa melakukannya. Menulis sebuah komposisi lagu saja seringkali sudah kesulitan, apalagi satu paket komposisi dengan 53 lagu dan merupakan sebuah kesatuan. Luar biasa.

Bukan itu saja. Ada banyak oratorio yang digubah oleh Handel dan kebanyakan bertemakan kisah-kisah yang diambil dari Alkitab, seperti: Samson (1743), Joseph (1744), Jephta (1752), dll. Dan menurut catatan ada 96 volume karya Handel.

Handel adalah salah satu dari komponis yang mengambil tema-tema Kristiani yang terbesar. Seringkali orang berpikir yang disebut dengan pelayanan adalah pelayanan gerejawi, seperti: pendoa, pengkotbah, Worship Leader, anggota paduan suara, tim perkunjungan, dsb. Sementara orang seperti Handel atau anggota tim penyusun rencana strategis gereja untuk jangka waktu 15-30 tahun ke depan, seorang fundriser, atau pelayanan lain yang biasa dilakukan oleh LAI, dianggap bukanlah bagian dari pelayanan gerejawi, melainkan pelayanan duniawi atau sekuler. Tetapi melalui karya Handel dan karya-karya pelayanan LAI lainnya, membuktikan sebaliknya. Orang dapat melayani Tuhan melalui karya. Seperti karya-karya Handel pada Abad XVIII yang masih bertahan hingga kini Abad XXI. Mahakarya-mahakarya yang bertahan selama 3 abad bukanlah karya yang kaleng-kaleng, tetapi sebuah mahakarya dan tidak hanya satu.

Tentang kehidupan spiritual seorang Handel, sahabat Handel memberi kesaksian, sbb: “Kealamiannya dalam berkarya melibatkan perasaaan yang mendalam, sebab. “Sejauh mana sebuah paduan suara dengan seraphim dan kerubim yang cerdas dapat melampaui yang fana dan menyimpannya di dalam diri dan membangkitkan jiwa dalam ekstasi dan mencampurnya dengan perasaan yang mengagumkan, cinta dan pemujaan, yang meninggalkan pemikiran, bukan pemikiran, hati bukan, sebuah emosi, yang tidak dapat dicam[ur dan terkejut dalam sesuatu yang tinggi dan luhur, yang satu, abadi dan tidak biasa”— sebuah spiritualitas serta penghayatan yang mendalam yang mampu menyatukan dirinya dengan Sang Pencipta dan mewujud dalam karya-karya yang mampu membawa seorang Raja George II berdiri, menyadari bahwa walau ia seorang raja, ia hanyalah seseorang yang “kecil” dihadapan “King of kings” dan “Lord of lords”.

Injil Yohanes 15: 4, “Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak dapat berbuah jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku” – Handel telah membuktikan kebenaran Firman Tuhan tersebut. Bagimana dengan kita?

Sudahkah kita mewariskan karya-karya asli kita yang lahir dari daya, karya, cipta kita karena kedekatan kita dengan Sang Pencipta? Ya atau tidak jawabnya, sepenuhnya ada pada Saudara sendiri, dengan cara apa kita akan memberikan sumbangsih kita kepada dunia? Mungkin tidak perlu sekelas dunia atau sehebat Handel, tapi sudahkah Saudara memberikan sumbangsih positif kepada orang-orang terdekat Anda, keluarga, kolega, komunitas, masyarakat sekitar Saudara.


Pdt. Sri Yuliana, M.Th.