BUDAK & PERBUDAKAN DI ZAMAN ALKITAB

BUDAK & PERBUDAKAN DI ZAMAN ALKITAB

 

Banyak peradaban kuno yang mengizinkan perbudakan, dan hukum yang mengatur itu telah ditemukan di Sumeria, Nuzi, Babel, dan Asyur. Begitupun bagi bangsa Romawi, perbudakan merupakan hal yang umum terjadi. Budak merupakan milik tuannya, sehingga secara hukum diizinkan untuk mengeksekusi budaknya. Namun, budak yang baik, terutama yang terampil atau berpendidikan, sering dipercaya untuk mengurus harta milik majikan mereka, untuk beribadah bersama, dan diizinkan untuk menikah. Budak dapat ditemukan di hampir setiap sektor kehidupan seperti pertanian, rumah tangga, dan pendidikan. Budak di pertambangan memiliki kehidupan yang paling sulit. Rasul Yohanes adalah salah satu yang mengalaminya, dia diasingkan ke koloni tahanan di daerah pertambangan di Patmos (Why. 1:9).

Di Israel sendiri setidaknya terdapat dua jenis perbudakan, pertama dan yang paling umum adalah perbudakan ekonomi di mana orang yang memiliki utang harus menjual diri sebagai budak untuk melunasi utangnya (2 Raj. 4:1). Kedua, adalah orang asing, di mana penyelesaian masalah tawanan perang ada pada masa ketika kematian merupakan solusi tercepat.

Asal atau latar belakang seseorang menjadi budak ada beberapa macam, seperti tawanan perang (Kej. 14:21; Bil. 31:9; Ul. 20:14), dibeli dari pemiliknya atau dari pedagang-pedagang budak (Kej. 17:12-13, 27: Pkh. 2:7), anak-anak budak yang lahir di rumah tuannya (Kej. 15:3; Kej. 17:12-13; Pkh. 2:7), seseorang yang terbukti mencuri tetapi tidak mampu membayar ganti rugi (Kel. 22:3), orang yang tidak mampu membayar utang (2 Raj. 4:1; Neh. 5:5), orang yang merelakan diri sendiri menjadi budak (Im. 25:39-43), orang yang diculik yang dijadikan budak (Kej. 37:27-28; Kel. 21:16; Ul. 24:7).

 

Dalam suratnya kepada Filemon, Paulus mendesak Filemon untuk mengambil kembali budak yang bernama Onesimus, yang telah melarikan diri, dan menurut hukum Romawi ia harus dihukum mati. Selama kepergiannya, Onesimus menjadi seorang Kristen dan sangat membantu Paulus. Namun, Paulus dan Filemon menjadi dilema karena hukum Yahudi mengharuskan Paulus untuk memberikan perlindungan bagi Onesimus (Ul. 23:15-16), sedangkan hukum Romawi mengharuskan Paulus untuk mengembalikan dia. Filemon, sebagai tuannya memiliki hak mutlak atas Onesimus, tetapi sebagai orang Kristen, ia harus menunjukkan apa yang dimaksudkan dengan pengampunan. Jadi, Paulus mengimbau Filemon untuk memberikan Onesimus sebuah awal yang baru. Sebuah permintaan yang bukan hanya sekadar untuk keringanan hukuman, melainkan kebebasan.

 

Dari berbagai sumber