Lagu Penghiburan Karangan Orang Sedih

Lagu Penghiburan Karangan Orang Sedih

 

Yesus Kawan yang sejati bagi kita yang lemah.

Tiap hal boleh dibawa dalam doa padaNya.
O, betapa kita susah dan percuma berlelah,
Bila kurang pasrah diri dalam Doa padaNya.

Jika oleh pencobaan kacau-balau hidupmu,
jangan kau berputus asa; pada Tuhan berseru!
Yesus Kawan yang setia, tidak ada taraNya.
Ia tahu kelemahanmu; naikkan doa padaNya!

Adakah hatimu sarat, jiwa-ragamu lelah?
Yesuslah Penolong kita; naikkan doa padaNya!
Biar kawan lain menghilang, Yesus Kawan yang baka.
Ia mau menghibur kita atas doa padaNya.

 

Ditinggal pergi oleh orang yang dekat dan penuh arti dalam hidup kita, dapat menimbulkan perasaan sepi, sedih dan sendiri. Bayangkan perasaan seorang istri yang suaminya berlayar sebagai awak kapal berbulan-bulan lamanya. Atau bayangkan perasaan orang tua yang semua anaknya pergi ke tempat yang jauh untuk mengejar ilmu. 

Rasa sepi, sendiri dan sedih dapat berubah menjadi pedih dan perih jika kita ditinggalkan bukan hanya dalam arti fisik, melainkan dalam arti disisihkan, dicampakkan dan dikhianati. Bayangkan pedihnya perasaan seseorang yang sering diminta membela kepentingan kawan-kawannya, namun ketia ia sendiri berada dalam keadaan terjepit, kawan-kawannya pura-pura tidak tahu. Atau bayangkan perihnya perasaan seseorang yang secara sepihak dan tanpa penjelasan diputuskan hubungan oleh pacarnya. 

Namun yang lebih berat lagi adalah kesepian, kesendirian  dan kesedihan itu terasa sebagai kehampaan hidup karena seorang yang sangat dekat dengan kita mendadak meninggal dunia. Hidup ini seolah-olah terasa tidak punya tujuan dan arti lagi. Ada sesuatu yang kosong dalam hidup kita. Kita merasa bagaikan sebatang kara di dunia ini. 

Inilah sayatan dan kepedihan yang dirasakan oleh Joseph Medicott Scriven, pengarang lagu terkenal What a Friend We Have ini Jesus (Yesus Kawan yang Sejati, Kidung Jemaat 453). Hidup Scriven seperti berayun dari kesedihan dan kepedihan yang satu kepada kepedihan yang lainnya. Dalam situasi yang menyedihkan dan mematahkan harapan tersebut, Tuhan tetap menuntun dan memakai hidup Scriven menjadi berkat bagi banyak orang. Termasuk lewat syair yang ditulisnya. 

Peristiwa yang Menyedihkan

Joseph M. Scriven dilahirkan di Irlandia pada 1819. Keluarganya cukup berada, dan ia pun mendapat ang pendidikan yang baik. Pada 1842 ia tamat dari perguruan tinggi (Trinity College di Dublin, Irlandia). Ia hendak melangsungkan pernikahannya dengan kekasihnya, seorang gadis Irlandia yang cantik. Harapan masa depan Joseph Scriven rupa-rupanya cerah sekali. 

Akan tetapi sehari sebelum hari pernikahan mereka, gadis tunangan Joseph Scriven mengalami kecelakaan dan mati tenggelam. Pemuda yang malang itu tentunya merasa sangat sedih. Hatinya patah berkeping-keping. Di samping itu, ia pun mulai menghadapi persoalan dengan keluarganya, karena ia ikut dengan golongan agama Kristen yang tidak disetujui oleh keluarganya. 

Akhirnya pada 1844, pemuda yang sedih itu pindah ke Kanada. Selama beberapa waktu ia menjadi guru, mula-mula di sekolah kemudian sebagai pendidik khusus untuk anak-anak dalam sebuah keluarga yang kaya. 

Beberapa waktu kemudian, sekali lagi Scriven bertunangan dengan saudara dari keluarga yang kaya tadi. Tetapi sekali lagi maut merenggut sukacita daripadanya. Kekasihnya jatuh sakit. Dan setelah masa sakit yang pendek saja, kekasihnya itu meninggal dunia tidak lama sebelum tanggal pernikahan mereka. 

Menolong Sesamanya

Dalam kesedihan yang tak terhiburkan, Joseph Scriven menyingkir dari tempat ramai. Ia tinggal seorang diri di sebuah pondok di tepi danau. Cara hidupnya bersahaja. Uang dan tenaganya ia pergunakan untuk menolong orang-orang miskin. Ia mencari anak-anak yatim piatu supaya dapat ditolongnya. Ia bekerja sebagai tukang kayu sukarela bagi para janda yang kekurangan. Ia bahkan memberikan pakaiannya sendiri kepada orang-orang yang lebih memerlukannya. 

Pernah ada dua orang yang berpapasan di jalan dengan Joseph Scriven. Scriven memakai pakaian sederhana dan sedang menjinjing sebuah gergaji. Salah seorang dari dua sekawan itu memberi salam kepadanya. 

Kemudian seorang yang lainnya bertanya: “Kaukenal orang tadi? Siapa namanya? Di mana tempat tinggalnya? Saya perlu orang untuk memotong kayu bakar.”

Orang perteama menjawab:”Dia adalah Pak Scriven. Tetapi engkau tidak boleh memakai dia. Tentu ia tidak mau memotong kayu untukmu.”

“Mengapa tidak mau?” tanya orang kedua dengan heran.

“Sebab engkau dapat mengupah tukang kayu yang mau bekerja untukmu,”kata temannya menjelaskan.”Ia hanya mau menggergaji kayu untuk para janda miskin dan orang sakit.”

Surat Berupa Syair

Sepuluh tahun setelah Joseph Scriven pindah ke Kanada, ibunya di Irlandia sakit keras dan sangat sedih. Pak Scriven tidak sempat untuk mengarungi samudera  dan pulang ke negeri asalnya. Namun, ia mendapatkan akal untuk menghibur ibunya: Seorang diri di kamarnya, ia menuliskan sebuah syair tentang Yesus. Kawan yang sejati bagi orang yang lemah. Scriven dapat menyelami kesedihan hati ibunya, sebab ia sendiri pun mengalami kesedihan yang mendalam. Berhari-hari Scriven menulis syairnya itu. Akhirnya lahirlah syair lagu yang kini dikenal, yaitu: What a friend we have ini Jesus” terjemahan Indonesianya berjudul “Mana Ada Sobat Lagi” dan di Kidung Jemaat 453 berjudul “Yesus Kawan yang Sejati”. Lewat syair ini , Scriven mengajak ibunya untuk menghadapi kesedihan dengan cara membagi perasaan itu kepada Tuhan dalam doa. 

Kekuatan nyanyian ini terletak pada gambaran-gambarannya yang sederhana dan konkret. Tuhan Yesus digambarkan sebagai seorang sahabat yang dekat dan akrab yang selalu mempunyai waktu untuk duduk dengan tenang dan mendengarkan seluruh isi hati kita dengan penuh pengertian. Yesus digambarkan sebagai seorang sahabat sejati yang tidak ada bandingannya. Ketika andalan-andalan yang lain membelakangi, meninggalkan dan mencampakkan kita, Yesus justru mendekati kita. 

Satu salinan syair Scriven kirimkan kepada ibunya di Irlandia. Satu lagi ia simpan dan segera melupakannya. 

Beberapa tahun kemudian, Joseph Scriven sendiri jatuh sakit. Seorang tetangga yang mereawatnya menemukan di kamarnya salinan syair tadi. Ia senang dengan isi syair tadi, dan bertanya kepada Pak Scriven tentang sumbernya. Joseph Scriven kemudian menceritakan asal-usul syair karangannya tersebut. 

Pada waktu yang lain, seorang tetangga lainnya bertanya kepada Joseph Scriven, apakah memang dialah yang mengarang syair tersebut. Pada waktu itu syair lagu tersebut sudah mulai terkenal. “Yah, boleh dikatakan, Tuhan dan saya mengerjakannya bersama-sama.”

Akhir Cerita Yang Tidak Tentu

Menjelang akhir hidupnya, Joseph Scriven tidak lagi memiliki rumah sendiri. Ada kalanya ia mengindap dengan satu keluarga, ada kalanya dengan keluarga yang lain. Pada tahun 1886, dalam usia 67 tahun, ia sedang tinggal di rumah seorang kawan. Lalu ia jatuh sakit. Kali ini sakitnya lumayan keras. Kawannya menunggui Scriven siang dan malam. Tetapi pada suatu malam kawannya meninggalkan kamar si sakit sebentar. Sekembalinya, ternyata pasiennya sudah tidak ada di tempat tidurnya. 

Teman dan tetangga segera dipanggil. Mereka mulai mencari orang yang hilang itu. Akhirnya mereka menemukannya terapung di sebuah kali yang tidak jauh dari rumah kawannya. Ia sudah meninggal. 

Apakah Joseph Scriven terantuk, disebabkan oleh pikiran dan tubuhnya yang lemah? Apakah ia keluar sebentar untuk menikmati kesejukan malam, lalu terpeleset ke dalam kali? Ataukah kesedihannya itulah yang mendorongnya untuk bunuh diri dengan mati tenggelam, sama seperti pengalaman kekasihnya dahulu dalam kecelakaan di Irlandia 40 tahun sebelumnya? 

Tak seorang pun yang tahu pasti. Namun para teman dan tetangga Joseph Scriven tahu pasti bahwa dialah seorang yang baik hati. Walau kelakuannya sering aneh, namun ia selalu berusaha menolong rakyat miskin. Maka mereka mendirikan sebuah tugu peringatan bagi Scriven di desa tempat tinggalnya di Kanada. 

Sedikit sekali orang dari tempat lain yang pernah melihat tugu peringatan Joseph M. Scriven itu. Tetapi berjuta-juta orang di dunia hingga hari ini menyanyikan “Yesus Kawan yang Sejati (What a Friend We Have in Jesus), sebuah lagu penghiburan yang ditulis oleh orang di tengah kepedihannya meyakini bahwa tidak ada sobat yang lebih baik dan setia daripada Yesus Kristus, Tuhan kita. 

 

Dikutip dari: 

H.L. Cermat, Riwayat Lagu Pilihan dari Nyanyian Pujian Jilid 1. Lembaga Literatur Baptis.

Andar Ismail, Selamat Pagi Tuhan. BPK Gunung Mulia