Mengingat Sang Guru

Mengingat Sang Guru

 

Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan. Jadi jikalau Aku membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu.” (Yohanes 13:13-14‬).

Tanggal 5 Oktober yang lalu ditetapkan sebagai Hari Guru Internasional oleh Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) dan Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan (UNESCO). Perayaannya dimulai sejak tahun 1994. Penetapan Hari Guru tersebut menandai komitmen PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa) beserta negara-negara anggotanya untuk melaksanakan transformasi pendidikan yang di dalamnya termasuk dukungan penuh terhadap para guru dalam menjalankan hak beserta tanggung jawabnya. 

Perlu disadari bahwa profesi guru di masa modern memegang tonggak yang penting dalam pembangunan peradaban karena mereka telah mengabdikan dirinya bagi pendidikan setiap generasi demi tercapainya cita-cita kemajuan dan perdamaian dunia sebagaimana diidamkan oleh manusia lintas zaman. Signifikansi peran guru dalam masyarakat dan peradaban tampak misalnya dalam tradisi-tradisi di masa lampau. Peradaban Hindu-Budha yang ada di Nusantara menempatkan guru sebagai kasta penting yang setara dengan para Brahmana atau pemuka agama. Guru pada masa itu adalah juga tokoh spiritual yang menuntun umat pada kebajikan hidup menurut ajaran Hindu atau Budha. Cara pandang tersebut bahkan menurun meskipun peradaban Hindu-Budha telah memudar dari negeri ini. Kisah-kisah pewayangan Jawa yang adalah kolaborasi nilai Hindu-Budha dengan pengajaran Islam-pun turut merefleksikan signifikansi Guru dalam peradaban. Guru menurut tradisi Islam masa lampau adalah sosok yang arif dan bijaksana yang akan mencapai kesatuan mistik dengan Tuhan. 

Menarik untuk melihat bahwa dalam tradisi Asia, pada akhirnya Guru bukan sekadar pekerjaan melainkan panggilan hidup yang melekat secara penuh pada kehidupan seseorang yang telah membaktikan hidupnya sebagai seorang guru. Wajar bila kemudian dalam tradisi nusantara seringkali penggambaran relasi Tuhan dengan umat-Nya juga memakai gambaran relasi Guru-Murid. 

Ulasan di atas juga mengingatkan kita akan tradisi Yahudi di zaman Yesus hidup. Sang Juruselamat itu pun mendaku diri sebagai Guru dan dihormati para murid-Nya sebagai seorang Guru (Rabbi) yang mengajarkan kebajikan dan kehidupan kekal. Pola relasi ini seringkali tak kita sadari, padahal dengan mengakui bahwa ada murid-murid Tuhan maka seharusnya kita juga mengingat bahwa Yesus adalah Sang Guru yang mengabdikan hidup-Nya dalam pengajaran serta ‘pendidikan’ para murid. Yohanes 13:1-20 menempatkan pembasuhan kaki bukan hanya sebagai tindakan kasih Sang Juruselamat, melainkan juga tindakan pengajaran Guru terhadap murid-murid-Nya. Dalam ayat 13-14 nampak jelas maksud tersebut. Yesus menempatkan diri-Nya sebagai Guru yang tengah memberikan pengajaran dan keteladanan kepada murid-Nya. Keteladanan dan pengajaran yang Sang Guru berikan adalah mengenai kerendahan hati serta saling melayani yang diajarkan-Nya melalui sebuah alat peraga yakni pembasuhan kaki.  Para murid hingga kita saat ini diingatkan untuk saling melayani, kasih, serta kerendahan hati melalui sebuah simbol yang terus menerus dilakukan yakni pembasuhan kaki. 

Kata ‘guru’ berasal dari bahasa Sanskerta yang merujuk kepada pengajar, tetapi arti secara harfiahnya adalah “berat”. Mengapa masyarakat pengguna bahasa Sanskerta merefleksikan kata “berat” pada keberadaan pengajar-pengajar di tengah-tengah mereka? Rupanya memang ada kesadaran bahwa menjadi seorang guru bukanlah tugas yang mudah. Pilihan hidup tersebut membawa seseorang pada konsekuensi-konsekuensi yang melekat seumur hidupnya. 

Sudah sepantasnya bila masyarakat memperlakukan guru dengan penuh hormat serta memenuhi segala sesuatu yang menjadi haknya. Sayangnya kerap kita dengar di berita-berita bahwa kesejahteraan guru di Indonesia masih jauh dari kata sejahtera. Bagaimana mungkin kita bisa mengenakan tuntutan yang begitu besar pada guru sementara haknya belum terpenuhi. Keberadaan guru semoga dapat menjadi perhatian serta doa umat Kristiani di Indonesia. Semoga para guru dapat menjadi lebih sejahtera dan terus mengembangkan serta mengabdikan dirinya pada pendidikan generasi penerus bangsa. Selamat Hari Guru Internasional. Doa kami bagi para guru agar tetap setia dalam pengabdian yang diberikannya bagi pendidikan anak negeri. 


Pdt. Vince Elizabeth