Orang-orang Pakpak Merindukan Alkitab Formal dalam bahasa ibunya

Orang-orang Pakpak Merindukan Alkitab Formal dalam bahasa ibunya

 

Gereja Kristen Protestan Pakpak Dairi (GKPPD) lahir dan berkembang dari bumi Pakpak Simerandal (Pakpak Permai).Kekristenan sendiri masuk ke Tanah Pakpak sudah sejak tahun 1909 dengan dilaksanakan baptisan pertama di Tanah Pakpak. Pada awalnya tercatat sebanyak 17 orang masuk agama Kristen yang dibaptis oleh Pdt. Brinkschmidt. Perkembangan Kekristenan selanjutnya di wilayah “Dairilanden” cukup menggembirakan dari tahun ke tahun, Ini tercatat dalam Almanak HKBP yang terbit di tahun 1921 yang menulis sebanyak 2.205 jiwa sudah Kristen.

Di dalam catatan mengenai Singkel dan Tanah Pakpak (Nota omtren Singkel en de Pak-pak landen) yang ditulis oleh WKH Ypes pada tahun 1907, Tanah Pakpak dibagi menjadi empat sub marga (suak) yang menempati wilayah-wilayah yang berbeda. Pakpak Pegagan, mendiami paling banyak di daerah sekitar sungai Renun dan beberapa di pedalaman yang membentang sejauh Danau Toba. Pakpak Kepas, banyak tinggal di dataran tinggi yang dilalui Sungai Sibelin dan semakin ke utara yang merupakan bagian dari cekungan Sungai Renun. Pakpak Sim-Sim, banyak menempati tepian daerah tangkapan air Sungai Kumbih dan sungai Sulampi, tepiannya mengarah ke Singkil Atas yang langsung berbatasan dengan Sungai Cinendang. Pakpak Kelasan paling utama menempati di bagian paling hulu dari daerah aliran sungai Cinendang.

Jemaat GKPPD bermula di perbatasan Provinsi Sumatera Utara dan Aceh yang memang merupakan wilayah asli suku Pakpak. Sekarang daerah tersebut telah berkembang menjadi empat kabupaten: Dairi, Pakpak Bharat, Kodya Subulusalam dan Aceh Singkil. Dulunya, daerah tersebut tertutup oleh semak belukar dan hutan yang sangat lebat. Pada masa Orde Baru hutan tersebut dibabat untuk pemukiman. Jalan-jalan dibangun. Pemekaran kabupaten membuat daerah tersebut semakin berkembang. 

Pada masa awal perintisannya umat dilayani oleh para misionaris yang datang dari Jerman dan maupun dari Tanah Batak.  Pelayanan berkembang mulai dari Salak di Pakpak Bharat, meluas hingga Dairi bahkan Aceh Singkil. Gereja menjadi pendorong kehidupan umat yang tadinya bercorak tradisional menuju ke arah modern dan maju. Dari perbatasan Sumatera Utara kini wilayah pelayanan GKPPD meluas hingga  Medan, Pematang Siantar, Jakarta, dan wilayah lain di Indonesia. Berdasarkan data statistik, kini GKPPD memiliki anggota jemaat sekitar 8452 kk (40. 055 jiwa). Jumlah penatua 1362, pendeta 35 orang, diakones 1 orang, bibelvrouw (misionaris perempuan): 5 orang 

Sejak 1963, bahasa Pakpak mulai dipakai oleh GKPPD sebagai bahasa media liturgi. Sejak itulah dimulai penerjemahan lagu-lagu gereja ke dalam bahasa Pakpak. Sejak 2015, pemakaian lagu-lagu gerejawi ciptaan masyarakat Pakpak semakin nyata, terbukti dengan diluncurkannya Suplemen Lagu Rohani Pakpak  dalam perayaan ulang tahun GKPPDyang ke-25 pada 28 Agustus 2016.

Khusus Alkitab, yang dipakai di kalangan jemaat GKPPD hingga hari ini ada dua jenis. Pertama  Padan Sirembaru, atau Perjanjian Baru. Buku ini merupakan terjemahan pertama oleh Lembaga Alkitab Indonesia sekitar tahun 1970-an. Setelah Padan Sirembaru terbit, dilanjutkan penerjemahan Alkitab lengkap yang diusahakan oleh LAI dengan memakai tenaga putra daerah Pdt. EJ Solin STh dan St. Gr. J. Padang Batanghari. Proyek penerjemahan yang dikerjakan lebih kurang 10 tahun ini terbit pada 27 September 1998. Setelah memakai Lapihen Simbadia ini hingga 2015, pengurus sinode GKPPD merasa perlu adanya perbaikan terjemahan. Terjemahan yang lama dianggap terlalu longgar, hingga sering berbeda jauh dari terjemahan Alkitab dalam bahasa Indonesia. Ada ratusan ayat artinya berbeda jauh dari terjemahan Alkitab dalam bahasa Indonesia. Lapihen Simbadia tersebut diterjemahkan berdasarkan Alkitab Bahasa Indonesia sehari hari yang diterjemahkan ke dalam bahasa Pakpak dengan menggunakan bahasa Pakpak lama, yang memiliki banyak istilah yang sudah tua dan tidak dikenal lagi. Banyak dari generasi muda sekarang tidak mengerti artinya. 

“Untuk menjawab kebutuhan umat Tuhan tersebut, LAI menyarankan lebih baik membuat terjemahan formal seperti yang biasa dipakai di banyak gereja, daripada merevisi terjemahan Alkitab Pakpak dalam bahasa sehari hari yang dimiliki gereja GKPPD sekarang,”tutur Bishop GKPPD, Pdt. Elson Lingga, Mth., pada tahun 2021 pada perayaan Hari Doa Alkitab.  

 “Sekitar 65% warga GKPPD saat ini masih hidup dalam kemiskinan  sebagai petani, pencari hasil hutan seperti kemenyaan, rotan atau penangkap ikan liar di aliran sungai besar. Dengan hanya mengandalkan kekuatan warga GKPPD sungguh berat memenuhi kebutuhan dana proyek penerjemahan dan biaya penerbitan yang begitu besar. Harapan kami saudara saudara kami seiman bisa membantu kami demi terjemahan yang lebih baik,” demikian pernyataan Bishop GKPPD, Pdt. Elson Lingga MTh pada tahun 2021. 

Dukungan para Sahabat Alkitab memiliki makna besar dalam kemitraan mewujudkan tanda-tanda Kerajaan Allah di tengah dunia. Mari kita dukung upaya penerjemahan dan penerbitan Alkitab Formal Pakpak Dairi dalam visi bersama pewarisan nilai-nilai luhur dan keabadian dari Firman Tuhan untuk generasi muda Pakpak Dairi di masa sekarang dan masa depan. (pp)