Pdt. Gerda Masnandifu: Yang Terbesar Dari Semua Adalah Kuasa Doa

Pdt. Gerda Masnandifu: Yang Terbesar Dari Semua Adalah Kuasa Doa

 

“Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan.” Kutipan pernyataan Rasul Paulus kepada jemaat di Roma ditegaskan oleh Pdt. Gerda Mansnandifu, S.Th. Beliau adalah Pendeta yang melayani di Gereja Kristen Injili (GKI) di Tanah Papua. Sudah beberapa lama beliau melayani umat Tuhan di pedalaman, di Kapaso, Distrik Mamberamo Hilir.

Sebagai hamba Tuhan, beliau dan suaminya (Pdt. Daniel Mofu, S.Th.) meyakini bahwa doa dan firman Tuhan adalah kekuatan mereka dalam melakukan tugas dan pelayanan. Terlebih di daerah yang asing dan terpelosok bagi mereka. Setelah ditahbiskan sebagai pendeta di lingkungan GKI di Papua, tahun 2000, beliau dan suaminya ditugaskan melayani di Klasis Mamberamo Apawer. Perjalanan dari Jayapura menuju tempat pelayanan yang baru ini mesti ditempuh  dalam waktu yang cukup lama, kurang lebih satu minggu. Dengan menggunakan perahu motor, mereka harus melewati Sungai Apawer dan Sungai Mamberamo yang cukup deras alirannya. Sebelum tiba di Kapaso mereka harus singgah terlebih dahulu di Sarni.

Ketika tiba di Kapaso, mereka menemukan bahwa daerah ini keadaannya sangat sulit, sarana dan prasarana yang ada sangat tidak mendukung tugas pelayanan mereka. Tidak ada listrik, tidak ada sinyal telepon. Masih banyaknya jemaat yang buta huruf juga menjadi masalah tersendiri bagi mereka, karena pasti akan sulit untuk mengajak jemaat mendalami firman Tuhan. Namun, semua tantangan tersebut tidak menyurutkan langkah mereka untuk melayani. Bahkan sederet tantangan ini memacu semangat mereka untuk memberikan yang terbaik bagi jemaatnya.

Karena cukup banyak jemaat yang buta huruf, Pdt. Gerda dan suaminya mulai mengajak mereka, dari anak-anak (usia sekolah) sampai dewasa untuk belajar membaca. Metode mengajarnya sangat sederhana, yaitu memperkenalkan huruf dan angka. Salah satu buku yang dipakai untuk belajar baca dan tulis adalah Alkitab. Awalnya memang sulit, jemaat enggan untuk mengikuti kegiatan belajar. Namun, ketika jemaat melihat ada beberapa warga jemaat yang mulai bisa membaca, banyak yang kemudian tertarik dan meminta supaya dapat ikut belajar juga.

Suami istri tersebut juga berusaha mendekatkan diri dengan jemaat yang dilayaninya. Sebagai permulaan mereka berusaha belajar bahasa daerah dan mengenal adat istiadat jemaat yang mereka layani. “Dalam beribadah kami memperkenalkan lagu-lagu rohani baru serta menerjemahkannya dalam bahasa daerah, untuk mempermudah umat memahami dan mengerti arti nyanyian tersebut,”tutur Pdt. Gerda.

Sebelum mereka tiba, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, jemaat memperolehnya dari hasil hutan di sekitar mereka. Mereka berburu dan mengambil hasil hutan (mengolah sagu) untuk dimakan. Setelah beberapa lama melayani, Pdt. Gerda dan suaminya mulai memperkenalkan dan mengajarkan jemaat bertani, berkebun dan beternak. Keluarga mereka memberi contoh dengan memulai berkebun dan beternak di sekitar rumah mereka. Di samping untuk dimakan sendiri, hasil berkebun dan beternak juga dijual untuk mendapatkan penghasilan tambahan, sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidup karena gaji mereka saat itu sangat kecil. 

Ketika mengajak jemaat untuk bertani, mereka sempat mengalami kesulitan karena jemaat belum terbiasa melakukan hal tersebut. Namun, mereka tidak putus asa. Mereka menanam singkong, jagung, dan memelihara ayam. Awalnya jemaat hanya melihat dan enggan untuk mengikuti jejak mereka. Namun, setelah panen dan hasilnya cukup banyak, jemaat mulai tertarik dan minta diajari bertani dan beternak. Sejak saat itu, bertani, berkebun, dan beternak menjadi salah satu sumber penghasilan jemaat.

Dalam bidang kesehatan, tenaga medis dan dokter juga demikian sulit diperoleh. Kalau ada warga jemaat yang sakit, maka harus di bawa ke Sarni atau ke Jayapura. Butuh dana tidak sedikit untuk mendapatkan penanganan medis. Perjalanan menuju tempat tersebut juga sangat jauh dan menempuh waktu lama. Pada saat-saat sulit seperti itu, banyak keajaiban yang Pdt. Gerda temukan. 

“Misalnya pada anak-anak kami yang sakit, sementara obat dan tenaga medis tidak tersedia. Kami menyerahkan diri pada pertolongan doa. Hanya dengan doa dan penumpangan tangan mereka sembuh. Bahkan anak-anak dan warga desa yang sakit, kecelakaan jatuh, digigit babi hutan, kami berdoa dan belajar mengobati mereka,”tuturnya.

“Karena keterbatasan tenaga medis, kami bahkan belajar menyuntik dan melakukan perawatan medis lainnya, sehingga semua jemaat dapat tertolong. Namun, yang terbesar dari semuanya itu adalah kuasa doa. Kami merasakan bahwa Tuhan begitu dekat dengan kehidupan kami. Hal itu menjadi kesaksian bagi jemaat,”katanya lebih lanjut. 

Meski tidak mudah melayani umat di tengah keterbatasan, Pdt. Gerda dengan penuh kesetiaan dan kerja keras melakukan semua pelayanannya. Lama-kelamaan jemaat mulai merasakan manfaatnya. Dari yang semula pasif, kini warga jemaat semakin giat belajar dan giat untuk berjuang memenuhi kebutuhan hidup mereka. Kehidupan jemaat dan kegiatan pelayanan sedikit demi sedikit mulai tertata. Umat sekarang mulai rajin membaca Alkitab, rajin beribadah dan mengikuti kegiatan-kegiatan pelayanan yang ada di gereja. Pdt. Gerda terus berupaya untuk mengajarkan jemaat agar bergantung pada Tuhan, menuruti firman Tuhan, dan belajar menyukuri apa yang Tuhan perbuat bagi kehidupan mereka.

Apa yang dilakukan oleh Pdt. Gerda bersama keluarga selama 12 tahun melayani di Klasis Mamberamo dapat menjadi teladan bagi kita. Kesabaran melakukan tugas dengan sungguh-sungguh tanpa berkeluh kesah, menyukuri apa yang Tuhan berikan, dan yang terutama mengandalkan Tuhan dan firman-Nya dalam pekerjaan kita, akan memampukan kita untuk melakukan yang terbaik bagi pekerjaan Tuhan.

Setelah beberapa tahun melayani di Mamberamo, Pdt. Gerda pindah tugas pelayanan ke Klasis Sentani-Jayapura, Papua. Namun, suaminya masih terus melayani sebagai Ketua Klasis di Mamberamo (sejak tahun 2006 sampai sekarang). Mereka dikaruniai 3 orang anak, yang kesemuanya lahir di Kapaso, yaitu Betty Melany Mofu (lahir 1 Juli 1999), Klaus Johan Mofu (9 Februari 2003) dan Adrian Phuee Mofu (9 Maret 2008). Mereka sekarang tinggal dan bersekolah di Sentani bersama Pdt. Gerda.

Mengingat semua hal yang telah Tuhan berikan, Pdt. Gerda hanya bisa mengucap syukur dan semakin meyakini bahwa tangan Tuhan senantiasa menopang mereka dalam pelayanan. Beberapa bulan lalu ketika Pdt. Gerda dan anak-anak kembali ke desa itu, mereka melihat bahwa desa itu sudah sangat maju. Lokasi rumah sudah tertata dengan rapi, bersih dan anak-anak sudah dapat mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah. Warga jemaat sangat terharu ketika bertemu dengan mereka. Bahkan mereka sangat berharap keluarga Pdt. Gerda mau kembali untuk bertugas di sana.

“Kami sangat bersukacita karena Injil adalah kekuatan Allah. Tuhan yang telah memanggil kami dalam pelayanan ini tidak pernah berubah, hari ini, esok dan selama-lamanya. Kami sudah memperoleh dan menikmati bukti penyertaan Tuhan itu. Itu sebabnya doa kami, kiranya Allah di dalam Yesus Kristus selalu menjaga dan menyertai kita semua dalam tugas pelayanan kita masing-masing,” katanya.