Perjumpaan dengan Yana

Perjumpaan dengan Yana

 

Doa dan dukungan para mitra telah menopang umat kristiani di Ukraina yang menderita di tengah perang yang menghancurkan. Doa dan dukungan Sahabat-sahabat Alkitab telah menguatkan mereka untuk setia membaca dan saling berbagi pengharapan Firman Tuhan dalam menghadapi kematian, kehancuran, dan keputusasaan.

Musim semi ini, saya memperoleh kehormatan untuk bertemu dengan salah satu sahabat Ukraina yang terkasih. Namanya Yana. Yana adalah pengikut Yesus Kristus yang teguh, seorang ibu yang penuh kasih, seorang guru yang penuh semangat, dan istri yang setia dari seorang karyawan Lembaga Alkitab Ukraina. Yana juga seorang pengungsi.

Saya menghabiskan seminggu bersama Yana di Polandia, tempat jutaan warga Ukraina mengungsi, selama perjalanan Lembaga Alkitab Amerika (American Bible Society) untuk meninjau dan mengevaluasi kebutuhan Alkitab dan bacaan-bacaan rohani yang sangat besar di antara para pengungsi Ukraina. Yana, yang bertugas sebagai penerjemah tim kami, memberi saya perspektif baru tentang penderitaan akibat perang di Ukraina.

Yana mengajari kami tiga pelajaran tentang harapan, keyakinan, dan sukacita yang tidak akan pernah saya lupakan—dan saya tahu saya harus membagikannya kepada Anda!

  1. Bahkan ketika Anda kehilangan segalanya, Anda selalu dapat membagikan pengharapan Kristus.

Bayangkan hanya memiliki beberapa jam untuk mengepak koper sebelum meninggalkan rumah Anda….Ini adalah kenyataan bagi Yana dan jutaan orang Ukraina yang melarikan diri dari tanah air mereka untuk menghindari perang. Dalam 48 jam yang singkat, Yana mencium suaminya, mengucapkan selamat tinggal melalui jendela bus, tidur di persimpangan perbatasan dalam cuaca dingin yang membekukan bersama kedua anaknya (hanya dengan koper untuk tempat tidur), dan tiba di depan gerbang negeri asing di Polandia. Yana bahkan tidak punya ruang di kopernya untuk menyimpan Alkitabnya.

Tapi setelah saya mengenalnya, saya melihat bahwa harta Yana yang paling berharga bukanlah sesuatu yang bisa Anda kemas dalam koper. Hartanya yang paling berharga adalah pengharapannya yang kuat di dalam Yesus. Bahkan ketika dia terpaksa pergi berminggu-minggu tanpa Alkitab fisik dalam bahasa hatinya, janji abadi Firman Tuhan tersembunyi jauh di lubuk hati Yana.

“Saya tahu siapa Juruselamat saya, dan saya tahu rencana-Nya untuk saya,” kata Yana kepada saya. “Yesus adalah pengharapan sejati kami.”

Setelah tiba di Polandia, Yana tidak membuang-buang waktunya percuma. Ia berkeliling menguatkan sesama pengungsi dan membagikan pengharapan akan Yesus kepada orang lain. Ditemani oleh Yana sebagai penerjemah kami, tim kami bertemu dengan orang-orang Ukraina yang menyaksikan rudal beterbangan di udara, menyerang di sekitar rumah mereka dan yang melarikan diri melintasi perbatasan tanpa persiapan. Setelah wawancara, Yana akan meluangkan waktu untuk merangkul ibu-ibu Ukraina yang menangis, berdoa bersama mereka, dan menyemangati keluarga mereka dengan kata-kata penghiburan dan harapan.

Dan sementara Alkitab berbahasa Ukraina dan Rusia masih langka di Polandia—di mana lebih dari 3,9 juta pengungsi telah melarikan diri sejak Februari—Yana dengan penuh sukacita membagikan Firman Tuhan setiap kali ada kesempatan. Dia telah memberikan Alkitab bahasa Polandia kepada keluarga yang menjamunya selama hari-hari pertama di Polandia.

“Saya sangat senang bisa membagikan Firman Tuhan di sini, bahkan dalam situasi seperti ini,” katanya. “Ini pun adalah berkat dari Tuhan!”

Saat ini Yana dan anak-anaknya telah menerima Alkitab berbahasa Ukraina untuk menopang iman mereka di masa-masa pengasingan ini.

  1. Jangan berhenti membaca Firman Tuhan—bahkan di saat-saat tersulit Anda.

Awalnya, Yana tidak pernah menyangka keluarganya akan terpisah begitu lama. “Awalnya kami semua berharap dalam beberapa hari, mungkin dalam beberapa minggu, kami akan pulang ke rumah,” tutur Yana.

Hari demi hari berlalu dan setiap pagi datang lebih banyak berita tragis tentang perang yang tengah berlangsung. Keputusasaan dan kehilangan pengharapan mulai mengancam untuk menyelinap masuk. Namun, Yana dan keluarganya berpegang teguh pada Firman Tuhan—dan memastikan bahwa Alkitab tetap menjadi bagian dari rutinitas harian keluarga mereka.

Setiap malam, Yana akan mengucapkan selamat malam kepada kami, tim misi ABS sekitar jam 9 malam. Kemudia ia kembali ke dalam kamarnya, tempat dia bergabung dengan anak-anaknya untuk melakukan komunikasi via Zoom (online) dengan suaminya di Ukraina. Bahkan setelah hari-hari yang panjang dan melelahkan, mereka akan menghabiskan waktu untuk berbicara, berdoa, dan membaca Firman Tuhan sebagai sebuah keluarga.

“Alkitab selalu penting bagi kami, terlebih di masa sekarang,” tuturnya meyakinkan kami. Keluarganya menemukan penghiburan khusus melalui pembacaan Kitab Mazmur, yang membantu mereka untuk membawa segala keluh kesan dan beban kehidupan mereka kepada Bapa surgawi yang pengasih. Firman Tuhan tetap menjadi tempat berlindung bagi Yana dan keluarganya, mengingatkan mereka setiap malam bahwa mereka tidak sendirian. Ada Tuhan yang tidak pernah tinggal diam. 

  1. Sukacita Kristus tidak akan  dapat dipadamkan dengan penderitaan.

Pada malam terakhir kami bersama Yana, tim kami ingin mengabadikan kisahnya dalam video. Kami memfilmkan wawancaranya di halaman kecil saat senja. Saat Yana menceritakan kisahnya, kota seperti berubah sunyi. Merpati berdekut dan menukik di atas kepala. Wajah-wajah penasaran mengintip dari jendela lantai atas. Dan di sekeliling Yana, lampu halaman bersinar hangat.

Saat saya menonton videonya sekarang, lampu-lampu itu mengingatkan saya pada sukacita Kristus yang kami saksikan bersinar di hati Yana. Kegembiraan bukanlah kata pertama yang mungkin terlintas di benak Anda saat mempertimbangkan situasi Yana. Saat saya bersama Yana di Polandia, orang tuanya di Ukraina terjebak di kota yang terkepung. Suaminya mempertaruhkan nyawanya untuk mengirimkan bantuan kemanusiaan dan Kitab Suci dari rumah ke rumah. Dan, meski mereka aman dari serangan udara di Polandia, Yana dan anak-anaknya berduka karena perang ini telah mengubah hidup mereka selamanya.

“Dari waktu ke waktu, kami merasakan kesedihan ini,” kata Yana pada kami. “Kami sangat merindukan tanah air kami, Ukraina. Kami merindukan kota kami, sekolah kami, pekerjaan kami, taman-taman kota kami.” Namun terlepas dari cobaan yang dia hadapi, kegembiraan dan suka cita Yana tidak berkurang. Dan itu terlihat nyata.

Semakin saya mengenalnya, semakin saya melihat bahwa sukacita Yana bukanlah untuk mengalihkan kepedihan hatinya. Sukacita yang diperlihatkannya bukanlah topeng untuk menyembunyikan penderitaannya, atau penopang untuk menjaganya agar tidak terlihat berantakan. Sukacita Yana terlukis begitu lebar dan dalam di seluruh wajahnya, sukacita yang berakar pada Yesus Kristus. Saya melihat sukacita dan kehangatan hatinya meluap untuk menyentuh semua orang di sekitarnya. Dan saya melihat bagaimana hal itu memengaruhi cara dia memandang dunia yang hancur di sekitar kita. 

“Akan tiba saatnya tidak akan ada lagi tangis, penderitaan, perang dan bahkan kematian,”tutur Yana mengingatkan kami menjelang akhir perjumpaan. Apa yang mesti kita lakukan sampai saat itu tiba? “Kita bisa menjadi alat yang Tuhan pergunakan untuk menolong orang lain,” katanya. 

Di tengah kepedihan akibat Perang Rusia-Ukraina yang tak kunjung usai, saya bersyukur kepada Tuhan, karena telah memberi saya contoh yang hidup, bernafas (dan tersenyum) dari orang-orang yang dengan sepenuh hati berpegang pada kebenaran Firman Tuhan, bahkan di tengah masa-masa penuh penderitaan. Dan itu saya temukan pada diri Yana! 

 

Diterjemahkan dari: www.americanbible.org