Pernyataan yang diberikan oleh Tuhan Yesus kepada Maria dan Yusuf memang terkesan kurang ajar bagi sebagian orang yang membacanya terlalu cepat dan tanpa mempertimbangkan lebih lanjut terkait latar belakang dari teks itu sendiri. Kita perlu mengingat bahwa seluruh teks yang kita baca ini merupakan bentuk kesaksian yang dicatat untuk memperkenalkan tentang Yesus Kristus melalui segala penelusuran dan pengumpulan data yang tervalidasi oleh si penulis injil Lukas. Tujuan utama dari keseluruhannya adalah memberikan pengenalan yang tepat tentang Yesus Kristus, sang Mesias. Catatan dialog antara Yesus dengan Maria dan Yusuf ini pun menjadi sebuah cara dari penulis injil Lukas untuk menegaskan identitas dari Yesus Kristus kepada para pembaca. Secara khusus, melalui dialog yang muncul pada ayat 47-52 ini terdapat penegasan kultural mengenai Yesus Kristus bahwa Ia adalah Sang Anak.
Seolah ada ketidakselarasan status Yesus antara yang diungkapkan oleh Maria dengan yang diungkapkan oleh Yesus. Melalui pernyataan Maria, Yesus adalah adalah anak Yusuf, bapanya. Namun, bagi Yesus, Ia adalah Anak Bapa, Allah. Hal ini merujuk pada pernyataannya mengatakan Bait Allah sebagai rumah Bapa-Nya sendiri. Jadi, sangat jelaslah tujuan dari penulis injil Lukas bahwa ia ingin menegaskan kepada para pembaca tentang identitas Yesus Kristus sebagai Anak Allah.
Hal lain yang dapat kita pelajari dari dialog yang muncul dalam teks ini adalah mengenai hasil dari pertumbuhan iman yang terjadi pada diri Yesus Kristus. Pengenalan akan firman Tuhan dan pendidikan iman yang diberikan oleh kedua orang tua-Nya telah menghasilkan dampak yang sangat signifikan. Bahkan, Ia tidak hanya diperkenalkan sebagai individu yang semakin pintar dan berhikmat, tetapi juga dikasihi oleh Allah dan manusia. Inilah nilai yang perlu kita sadari, pahami dan bangun dalam kehidupan beriman sebagai umat Tuhan.
Pengenalan akan Tuhan dan segala pendidikan iman yang berlandaskan firman Tuhan akan selalu membawa peningkatan kualitas hidup, entah di hadapan manusia maupun di hadapan Tuhan. Oleh sebab itu, mengupayakan diri untuk terus mengalami pendidikan tersebut adalah keniscayaan yang tidak semestinya dihindari oleh seluruh umat Tuhan.