Pesan inti dari kedua ayat tersebut ialah soal peringatan agar tidak saling memfitnah dan saling menghakimi. Kedua kata ini, memfitnah dan menghakimi, seringkali menjadi realitas sehari-hari kehidupan manusia pun termasuk dalam kehidupan orang percaya. Tentu ada banyak contoh di sekitar memfitnah dan menghakimi. Kita mungkin sudah pernah melakukannya bahkan mungkin kita sendiri adalah korban dari fitnahan dan penghakiman itu.
Apa yang dimaksud dengan fitnah? Fitnah adalah perkataan bohong, tidak sesuai dengan kebenaran, yang disebarkan dengan maksud untuk menjelekkan orang lain. Fitnah itu kejam sebab di dalam fitnah mengandung dua kejahatan yaitu kebohongan dan menjelekkan orang lain. Bagi Yakobus, fitnah ini sama dengan perbuatan menghakimi, yakni mengadili atau berlaku sebagai hakim terhadap sesama. Dapatlah dibayangkan jika diri kita diadili dengan kebohongan yang sengaja diciptakan untuk merusak eksistensi/keberadaan kita, entah itu keluarga, jabatan, karir, penghasilan, dan lain sebagainya.
Mengapa orang memfitnah? Orang memfitnah boleh jadi karena didorong oleh rasa benci dan dendam, mungkin sebagai tindakan pembalasan sakit hati atau pun sebagai respon atas fitnahan yang sudah dialamatkan kepada dirinya. Karena ia telah mengalami penganiayaan (bully) di masa lalu maka ia merasa perlu untuk membalasnya. Sepertinya ada kesenangan tersendiri jika berhasil membalasa sakit hati tersebut. Orang memfitnah juga dapat dimaksudkan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya keuntungan pribadi atau kelompok. Keuntungan itu bisa keuntungan finasial atau keuntungan politis. Dalam ajang pilkada atau pun pileg, suasana fitnah memfitnah sudah menjadi fenomena yang akrab dengan pengalaman demokrasi kita di Indonesia.
Apa yang dimaksud menghakimi? Dalam kisah Alkitab kita dapat menemukan kisah seorang perempuan yang dihakimi karena kedapatan berzinah (Yohanis 8). Perempuan berzinah tersebut memang telah melanggar hukum. Namun yang menarik dari kisah tersebut ialah jawaban Tuhan Yesus : “Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu” (Yoh. 8:7). Tentunya tidak ada yang melempari , dan satu demi satu menyingkir dari situ, karena mereka menyadari bahwa masing-masing mereka berdosa. Dalam kasus ini menghakimi berarti menunjukkan kesalahan/pelanggaran hukum namun menolak untuk dihakimi.
Sahabat Alkitab , mari dalam kehidupan kita yang hanya sementara ini kita mengisi nya dengan berbagi kabar sukacita. Kabar sukacitalah itu yang penting daripada saling fitnah dan saling menghakimi.
Salam Alkitab Untuk Semua