‘Habis manis sepah dibuang’ merupakan sebuah kalimat peribahasa untuk menggambarkan kondisi yang terjadi pada sesuatu atau seseorang yang sudah tidak diperhatikan maupun dianggap setelah sekian waktu diperlakukan istimewa. Perlakuan seperti ini muncul akibat cara pandang yang menilai sesuatu berdasarkan keuntungan satu arah. Maksudnya, seseorang akan menilai dan memperlakukan sesuatu atau seseorang secara baik sejauh ia menilai hal tersebut mendatangkan hal yang menguntungkan untuk dirinya. Namun, pada saat ia menilai sudah tidak lagi membutuhkan sesuatu atau seseorang tersebut, ia pun tidak segan-segan untuk membuang atau meninggalkannya.
Sikap Firaun pada perikop ini juga menjadi sebuah contoh dari ‘habis manis, sepah dibuang’ terhadap Sarai. Pada awalnya, Firaun menyambut baik, entah Sarai maupun Abram, karena ia menginginkan Sarai atas kecantikan parasnya. Namun, pada saat Firaun mengetahui status Sarai sebagai isteri dari Abram, ia pun segera ‘membuang’ Sarai dan mengusir keduanya keluar dari tanah Mesir. Tidak ada lagi perlindungan, jamuan makan dan sikap baik yang diberikan oleh Firaun kepada Abram, Sarai dan seluruh rombongannya. Semua berubah pada saat Firaun menyadari bahwa tidak ada lagi keuntungan yang dapat diambil dari Sarai.
Memanglah benar bahwa kondisi dalam perikop ini terjadi sebagai hasil dari intervensi TUHAN agar Abram dan Sarai tidak semakin jauh memainkan sandiwaranya di hadapan Firaun. Hal ini dapat sangat berdampak kepada seluruh rancangan besar yang sudah TUHAN sediakan bagi keduanya. Namun, pada sisi lain kita juga dapat melihat bahwa sikap Firaun terhadap Sarai dan segala perlakuan baik terhadai Abram tidaklah dihasilkan dari ketulusan, melainkan dari sebuah niatan untuk mendapatkan keuntungan personal dari Sarai.
Melalui pembacaan firman TUHAN pada hari ini kita mendapatkan kesempatan untuk merenungkan tentang ketulusan dalam berperilaku terhadap sesama. Apakah setiap perkataan dan tindakan kita terhadap orang lain merupakan wujud dari ketulusan atau justru berasal dari niatan narsis yang egois? Marilah kita wujudkan ketulusan dalam setiap laku dan kata sebagai bakti iman bagi TUHAN.