Kemenangan perang yang didapatkan oleh Daud dan para pengikutnya telah mendatangkan sebuah permasalahan, yaitu mengenai pembagian jarahan. Bagi sebagian orang yang tamak menganggap bahwa mereka selayaknya mendapatkan bagian lebih besar bahwa menguasai jarahan tersebut sehingga mereka yang tidak berperang tidak perlu mendapatkan pembagian. Sepintas cara berpikir demikian menampilkan sebuah bentuk keadilan. Namun, ternyata Daud memiliki pertimbangan lain yang justru menghasilkan sebuah kebijakan yang menyejahterakan hidup orang banyak.
Daud memberikan pertimbangan sekaligus perintah untuk dibagikan kepada mereka yang tidak ikut berperang. Terdapat beberapa nilai teologis mengenai nilai keadilan yang muncul melalui keputusan Daud tersebut, yaitu: pertama, bersikap adil tidak dapat berdasarkan ‘siapa yang layak mendapatkan apa’ melainkan ‘bagaimana kita memperlakukan mereka’. Prinsip ‘siapa yang layak mendapatkan apa’ digunakan oleh para orang tamak di dalam narasi ini. Hal inilah yang dipandang oleh Daud menjadi bermasalah karena dapat menimbulkan kecemburuan sosial dan ketimpangan perkonomian yang terlalu besar dalam masyarakat Israel. Oleh sebab itu, Daud lebih menggunakan pendekatan yang relasional dan menghargai keberadaan setiap pihak. Bagi Daud, meskipun ada orang yang tidak ikut berperang tetapi bukan berarti mereka tidak berhak atau tidak perlu untuk mendapatkan hasil jarahan perang. Mereka memang tidak ikut berperang tetapi mereka adalah bagian dari sebuah kesatuan sistem sosial yang semestinya saling menopang dan memperlengkapi yang tidak hanya terjadi di medan perang tetapi juga di dalam tembok-tembok kota. Nilai keadilan dalam sikap Daud tersebut memberikan kita sebuah pedoman pertimbangan untuk bersikap kepada orang lain, yaitu ‘bagaimana kita memperlakukan mereka’. Melalui prinsip tersebut kita tidak sedang menimbang seberapa layak mereka mendapatkan sesuatu dari kita, tetapi seberapa mampu kita menghargai mereka dalam ikatan relasi yang setara.
Nilai teologis kedua yang muncul dari sikap Daud ini adalah keadilan merupakan cerminan kasih TUHAN yang kita bagikan kepada sesama. Mewujudkan keadilan berarti kita sedang berupaya membagikan kasih TUHAN yang kita terima, entah itu berkat berupa materi, kebahagiaan maupun pengalaman.
Apabila kita mampu memperlakukan orang lain dengan solidaritas emosional dan kesadaran akan keutuhan relasi, maka pada saat itulah kita sedang menyalurkan kasih TUHAN yang mengalir melalui kita. Kita tentu tidak dapat menimbang seberapa banyak kasih TUHAN yang dapat kita salurkan kepada orang lain. Kita hanya perlu menggumuli bagaimana kita membagikan kasih TUHAN kepada mereka. Hal ini hanya dapat mewujud ketika kita menganggap orang lain dalam sebuah relasi yang setara sebagai manusia, bukan melalui sebuah pertimbangan matematis tentang seberapa besar yang layak ia terima.