Salah satu kebutuhan manusia adalah dicintai. Itulah mengapa cinta bukan sebuah kata benda yang klise maupun berubah menjadi kata kerja yang tanpa makna. Cinta telah menjadi bagian yang esensial yang memiliki dampak besar bagi seluruh rangkaian kehidupan, bahkan bukan hanya dalam hubungan antar manusia tetapi juga dalam sebuah relasi kosmik.
Kidung Agung 1 pun dibuka dengan sebuah pernyataan puitis dari seorang mempelai terhadap pasangannya, lebih tepatnya bagaimana ia begitu merindukan kehadiran sang kekasih hati dengan segala cinta yang dibawanya. Sang mempelai perempuan seolah tak sabar untuk merasakan setiap sentuhan cinta yang dibawa oleh sang pujaan hati. Setiap kecupan dan aroma tubuh si mempelai laki-laki sudah cukup untuk membangkitkan rasa dan ingatan akan besarnya cinta yang dirasakan untuk dirinya.
Sahabat Alkitab, kitab Kidung Agung memang menjadi sebuah bagian di Alkitab kita yang berisikan banyak susunan kata-kata puitis yang menggambarkan secara apa adanya mengenai hubungan di antara pasangan. Pada bagian awal ini kita telah diajak untuk kembali merenungkan tentang besarnya peran cinta dalam hidup manusia. Besarnya hasrat terhadap keberadaan cinta seperti yang ditampilkan melalui keempat ayat ini pun telah menjadi pembuka untuk membawa kita kepada sebuah perenungan tentang nilai cinta, entah dalam hubungan antar sesama manusia, dengan ciptaan lain maupun dengan TUHAN.
Salah satu yang perlu kita waspadai adalah keringnya hasrat dan pemaknaan terhadai nilai cinta dalam relasi keseharian kita. Beragam aktivitas, kesibukan dan tekanan dalam ruang kerja, permasalahan dalam relasi, maupun pergumulan-pergumulan yang datang silih berganti pun dapat semakin meluruhkan hasrat terhadap cinta. Alhasil, tidak jarang sepasang suami-isteri merasakan hubungan yang semakin merasa hambar relasi atau orang tua dengan anak yang lambat-laun justru berubah menjadi hubungan yang formalistik. Padahal, hasrat terhadap cinta yang tulus adalah bahan bakar utama terciptanya relasi yang berkualitas dan tahan uji.