Pada zaman sekarang hampir segala hal yang kita temui di sekitar kita merupakan sebuah hasil konstruksi manusia, entah itu cara pandang maupun definisi terhdap sebuah kategori. Misalnya saja, definisi kecantikan seorang perempuan yang masih dilekatkan pada beberapa kondisi seperti: berkulit putih, bertubuh langsing, dsb. Itulah mengapa masih cukup banyak iklan dari produk-produk perawatan tubuh yang menampilkan model perempuan yang memenuhi kategori tersebut. Padahal, apa itu kecantikan? Bukankah tiap orang dapat memiliki definisi dan kekhasannya masing-masing?
Sebuah standar penilaian yang dilekatkan untuk seluruh kondisi tentu tidak adil. Hal ini pun hanya akan menimbulkan sebuah kesenjangan, bahkan memberikan dampak yang destruktif bagi mereka yang dianggap tidak memenuhi standar tersebut. Memplelai perempuan dalam Kidung Agung ini pun sedang berusaha melawan konsepsi yang mendiskreditkan dirinya sebagai seorang perempuan berkulit hitam yang ternyata juga dianggap tidak memenuhi standar kecantikan pada masa itu. Dia pun sedang menampilkan sebuah mentalitas yang menyadari dan menghargai nilai dirinya sebagai seorang manusia, secara khusus, perempuan yang dicintai oleh sang kekasih.
Sahabat Alkitab, dua ayat dalam Kidung Agung ini telah memberikan kita sebuah pelajaran tentang pentingnya memiliki pengenalan terhadap diri sendiri. Bahkan, tidak berhenti sampai disitu, kita juga didorong untuk memberikan penghargaan terhadap diri sendiri. Kita tidak sedang diajarkan untuk menjadi bebal dan tidak mau berubah. Kita tidak sedang membicarakan kebiasaan buruk maupun sikap-sikap yang sejatinya dapat diubah, melainkan kita sedang berupaya merenungkan tentang penerimaan kondisi diri dengan segala hal yang TUHAN anugerahkan kepada kita. Hal ini menjadi sesuatu yang sangat dibutuhkan di masa sekarang, dimana kita hidup di tengah budaya yang mengkotak-kotakan segala definisi dalam kehidupan kita. Model hidup yang seperti itulah yang akan menjadi jerat bagi karakter dan pengenalan terhadap gambar diri kita sendiri. Bukankah TUHAN menciptakan kita di dalam kesempurnaan-Nya? Lantas mengapa kita merendahkan diri sendiri hanya karena standar-standar definisi yang dibangun oleh manusia? Pada saat kita mampu mengenali dan menghargai diri sendiri, pada saat itu pula kita akan semakin mampu untuk merasakan cinta TUHAN yang tulus bagi kita.