Tulisan Paulus dalam keenam ayat ini memang cukup krusial, dalam artian memiliki peluang untuk menghadirkan pembaharuan yang membebaskan atau menghasilkan sikap dominasi yang membelenggu. Tidak dapat dipungkiri bahwa teks semacam ini banyak digunakan untuk melegitimasi tindakan-tindakan perbudakan dengan pemahaman bahwa Paulus justru menganjurkan sebuah sikap submisif pada diri para budak. Padahal, kita perlu memahami bahwa konteks penulisan dari surat Kolose ini terjadi pada era ketika perbudakan adalah hal keseharian yang ‘sangat wajar’. Tulisan ini pun dibuat Paulus masih dalam rangka pembentukan keluarga Kristiani yang ideal. Artinya, nasihat Paulus mengenai relasi tuan-hamba dalam teks ini tidaklah terjadi dalam konteks perbudaya di luar rumah, melainkan dalam hubungan tuan-hamba di dalam keluarga Kristen itu sendiri.
Paulus memang tidak secara terang-benderang menyerukan gerakan perlawanan terhadap perbudakan. Namun, Paulus mengajarkan jemaat untuk membangun keluarga Kristiani yang penuh kasih, tidak hanya dalam hubungan di antara setiap anggota keluarga ini melainkan juga dengan para hamba yang mengabdi di dalam keluarga tersebut. Wejangan ini pun sudah tergolong revolusioner pada masanya mengingat para hamba masa itu dianggap tidak memiliki hak dan nilai selain sebagai komoditas atau barang dari para tuannnya. Melalui tulisan ini Paulus justru menganjurkan jemaat di Kolose menciptakan hubungan tuan-hamba yang tidak semena-mena, melainkan penuh dengah kasih yang mewujud dalam ketaatan dan keadilan.
Pada masa sekarang, seiring dengan perkembangan kebudayaan hidup manusia, tentu saja kita memiliki tugas yang tidak pernah berakhir untuk terus mengelaborasi nilai firman TUHAN agar terus menghadirkan perkembangan kualitas budaya hidup itu sendiri. Kita memang sudah tidak memandang perbudakan sebagai hal yang wajar untuk dilakukan pada masa sekarang, namun tulisan Paulus ini dapat mengantarkan ktia pada sebuah pertanyaan untuk direnungkan, misalnya: Apakah kita masih menciptakan batasan-batasan untuk memberikan kasih? Terkadang, entah sadar maupun tidak, kita justru senang menciptakan syarat untuk membatasi kasih. Padahal, Paulus pun menuntut jemaat untuk membangun relasi penuh kasih yang menerobos budaya hidup masa itu. Perbudakan yang umumnya dipenuhi kesewenangan, justru diubah oleh Paulus menjadi relasi tuan-hamba yang dipenuhi kasih.