Kenapa anda berdoa? Kenapa anda memberikan persembahan dalam ibadah-ibadah? Atau, kenapa anda memberikan bantuan kepada orang lain?
Pertanyaan-pertanyaan di atas bukanlah dimaksudkan untuk menghadirkan suasana penghakiman bagi setiap anda yang mendengarkannya, melainkan lebih menjadi sebuah ajakan untuk melakukan evaluasi diri atas setiap tindakan yang kita lakukan yang berfokus kepada pihak lain di luar diri kita sendiri. Misalnya, pada saat kita berdoa maupun memberikan persembahan, idealnya itu merupakan tindakan respons atau dialog kepada TUHAN yang tidak hanya berfokus pada diri kita sendiri. Itulah mengapa, sangat disayangkan ketika seseorang melakukan beragam praktik iman dengan keegoisan, sikap yang narsistik hingga berujung pada disorientasi iman. Alhasil, tidak mengherankan jika tindakan-tindakan kebaikan yang ia lakukan kepada orang lain pun tidaklah terjadi dalam ketulusan, melainkan menjadi sebuah cara untuk mendapatkan keuntungan personal seperti pujian dari orang lain. Hal semacam ini pun semakin marak kita jumpai di era media sosial, yakni ketika banyak orang membagikan tindakan baiknya demi mendapatkan pengakuan dari orang banyak.
Pemaknaan iman yang benar sangatlah penting bagi pertumbuhan kualitas diri seorang umat TUHAN. Dialog antara Yesus Kristus dengan para Farisi dalam perikop ini pun menunjukkan betapa mudahnya seseorang mengalami kesalahpahaman maupun disorientassi iman. Para Farisi berusaha mendakwa Yesus Kristus dengan mencari celah dari tindakan para murid yang dianggap telah melanggar tradisi iman, secara khusus terkait paham najis menurut pandangan Yahudi. Namun, respons dari Tuhan Yesus justru memperlihatkan ketidakmampuan mereka dalam memahami setiap ajaran maupun kegiatan dalam tradisi iman yang idealnya diwujudkan sebagai cara untuk melekatkan hati kepada TUHAN. Itulah mengapa Ia menjawab para Farisi, “Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari Aku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia.”
Sahabat Alkitab, marilah kita mendalami setiap aktivitas iman yang kita lakukan, entah di dalam maupun di luar ruang gereja, entah di ruang privat maupun lingkungan publik sebagai hasil dari pendalaman kemelekatan hati kepada TUHAN. Hal ini dapat kita mulai dengan mengorientasikan semuanya demi kemuliaan TUHAN, bukannya demi pengakuan maupun pemenuhan narsisme diri sendiri.