Dalam silsilah yang telah diuraikan pada ayat-ayat sebelumnya, Yesus diperkenalkan sebagai mesias, anak Daud, anak Abraham, dan pada ayat 16 dituliskan “Yusuf suami Maria. Dari Maria lahir Yesus yang disebut Kristus.” bukan ‘Yusuf memperanakkan Yesus’. Cara penulisan yang tidak biasa ini dijelaskan dalam ayat 18-19, penjelasan terkait kelahiran Yesus ini lebih menekankan pada asal-Nya yang sesungguhnya. Ia dikandung oleh Roh Kudus, Roh Allah yang berperan serta dalam penciptaan langit dan bumi (Kejadian 1: 1-2) menghadirkan Yesus dalam rahim Maria. Akibatnya ia pun mengandung, meskipun saat itu Maria masih bertunangan dengan Yusuf. Sebagai tunangannya, Yusuf mempunyai hak untuk menyeret Maria ke pengadilan dengan tuduhan perzinahan. Namun Yusuf yang disebut sebagai orang ‘yang benar’, tidak mau menempuh jalur hukum karena ingin menjaga nama baik tunangannya. Maka jalan keluar terbaik menurut Yusuf adalah perceraian yang dilakukan diam-diam. Pada masa itu cara ini biasa dilakukan ketika ada seorang laki-laki menikahi seorang gadis, tetapi kemudian tidak menginginkannya lagi karena ia mendapati sesuatu yang memalukan padanya. Pihak laki-laki tersebut dapat melayangkan surat cerai kepada istrinya dan menyuruhnya pergi dari rumahnya (Ulangan 24:1). Hubungan pertunangan bisa dikatakan sudah tetap dan masing-masing pihak yang bertunangan sudah disebut suami dan istri. Akan tetapi pertimbangan Yusuf itu tidak terwujud karena Tuhan berfirman kepadanya.
Yusuf lebih memilih mendengarkan Firman Tuhan dan melanjutkan pertunangannya dengan Maria. Disinilah kita melihat sudut pandang injil Matius yang cukup berbeda dengan injil Lukas. Matius mencoba untuk menonjolkan peran Yusuf dalam kelahiran Yesus dengan memotretnya sebagai orang benar (dikaios) dan sosok panutan. Ia digambarkan sebagai pribadi yang taat dan memiliki pertimbangan matang saat mengambil keputusan. Yusuf sebagai orang benar, mendengarkan Firman Tuhan dan melakukannya dengan sepenuh hati apa yang menjadi kehendak-Nya.
Sahabat Alkitab, dari kisah hari ini kita belajar bahwa kehadiran Yesus di dunia ternyata melibatkan pribadi-pribadi luar biasa, yang menunjukkan ketaatannya kepada Tuhan. Baik Maria maupun Yusuf, keduanya adalah hamba Tuhan yang menundukkan diri sepenuhnya pada kehendak Allah. Secara imajinatif kita dapat membayangkan bahwa pola pendidikan Maria dan Yusuf selama Yesus beranjak dewasa pastilah pola didik yang tepat, yang senantiasa berpijak pada kebenaran Firman Tuhan. Bahkan di beberapa tradisi gereja, kisah Maria, Yusuf dan Yesus dipotret sebagai kondisi ideal dari keluarga-keluarga kristiani yang berpusatkan pada Allah. Selama ini kita mungkin kurang memberikan penghargaan serta penghayatan yang tepat mengenai Yusuf, terutama saat kita merefleksikan kembali kelahiran Yesus. Padahal peran Yusuf juga cukup besar dalam proses kehadiran sang Juru Selamat. Maka marilah kita belajar dari Yusuf yang memilih untuk menaati Tuhan senantiasa.