Sahabat Alkitab, sadarkah bahwa sering kali kita begitu sering membanding-bandingkan kehidupan kita dengan orang lain? Kita bertanya-tanya mengapa mereka yang memilih jalan yang jauh dari kebenaran tampak hidup dengan mudah, seolah-olah tidak mendapat ganjaran sama sekali, sementara yang berusaha hidup setia pada Tuhan harus bergulat dengan tantangan dan penderitaan. Pada teks kali ini, Ayub mengingatkan bahwa kehidupan setiap manusia, baik itu orang saleh maupun orang fasik, berada di bawah otoritas Tuhan sendiri. Sehingga daripada terjebak dalam kecemburuan atau keraguan, kita sebaiknya fokus pada hubungan dengan Sang Pencipta.
Hari ini kita diingatkan agar tidak menilai kehidupan berdasarkan ukuran keberhasilan duniawi semata. Kebahagiaan sejati tidak selalu berkorelasi dengan kekayaan materi atau keceriaan yang tampak. Di balik setiap fase kehidupan, ada rahasia ilahi yang hanya dapat dipahami melalui iman dan penyerahan diri kepada Allah. Orang fasik mungkin menikmati “kemenangan” yang bersifat sementara, tetapi kita diundang untuk mengejar kehidupan yang memiliki nilai kekal—yakni hidup yang penuh ketaatan, kejujuran, dan kasih kepada sesama.
Hidup bukanlah sebuah kompetisi dalam hal materi dan popularitas, melainkan sebuah perjalanan spiritual yang harus dijalani dengan syukur dan ketaatan kepada Allah. Jangan biarkan penampilan luar meruntuhkan keyakinan kita akan kebenaran. Setiap jiwa dipanggil untuk hidup dalam integritas, tanpa bergantung pada kenyamanan duniawi yang bersifat sementara. Marilah kita belajar memahami bahwa segala sesuatu berada dalam tangan Allah. Sehingga yang terpenting ialah terus berada di jalan yang benar—meskipun terkadang jalan itu penuh dengan tantangan—karena pada akhirnya, penilaian sejati bukanlah dari manusia, melainkan dari Yang Maha Kuasa.