Hampir setiap hari kita menyaksikan realitas getir di Indonesia. Tanah-tanah petani digusur demi pembangunan, masyarakat adat terusir dari wilayah leluhur mereka, dan kelompok-kelompok kecil seperti nelayan atau buruh semakin terpinggirkan. Suara mereka yang nyaris tak terdengar ini, mengingatkan kita pada seruan pemazmur, “Mengapa Engkau berdiri jauh-jauh ya TUHAN, dan menyembunyikan diri-Mu dalam waktu-waktu kesesakan?” (ayat 1). Seruan ini bukan sekadar pertanyaan, melainkan jeritan iman yang bergumul dalam keheningan ilahi. Mazmur 10 melukiskan bagaimana orang-orang fasik hidup dalam kelimpahan dan kecongkakan, meyakini bahwa Tuhan tidak melihat perbuatan mereka, bahkan tidak akan menuntut apa pun. Mereka bukan ateis secara teori, tetapi secara praktik menyingkirkan Tuhan dari peran-Nya sebagai Hakim yang adil.
Pemazmur menyuarakan keprihatinan terhadap mereka yang menggunakan kekuasaan dan kelicikan untuk menjatuhkan orang lemah. Mereka menjebak, menipu, menindas, dan bahkan membunuh, seolah-olah tidak akan pernah dimintai pertanggungjawaban. Keyakinan keliru ini, bahwa Tuhan tidak melihat dan tidak akan bertindak, memperkuat keberanian orang fasik untuk melanjutkan kejahatannya. Dalam perspektif pemazmur, menindas orang kecil sama dengan menghina Tuhan sendiri. Ketika keadilan sosial dipisahkan dari kepercayaan kepada Allah, maka pelanggaran hak dan penderitaan sesama menjadi semacam penistaan terhadap Ketuhanan itu sendiri. Hal ini menjadi panggilan bagi siapa pun yang mengaku percaya, untuk tidak tinggal diam ketika kejahatan terjadi di depan mata. Mazmur 10 juga adalah seruan harapan. Ia bukan hanya jeritan kesedihan, tetapi doa yang percaya bahwa Tuhan tidak membiarkan keadaan ini berlangsung selamanya. Doa menjadi bentuk protes iman, bahwa Allah tidak melupakan orang miskin dan tertindas.
Sahabat Alkitab, dalam dunia yang semakin tak peduli terhadap jeritan orang-orang yang terpinggirkan, kita dipanggil untuk menjadi suara bagi mereka: berseru, membela, dan bertindak adil. Pemazmur mengingatkan kita bahwa iman sejati adalah ketika kita menghidupi keadilan sebagai ekspresi cinta kepada Allah. Memperjuangkan dunia dalam gambaran akan keadilan-Nya adalah salah satu bentuk bakti kita kepada-Nya.