Dalam pemahaman iman kita, dosa merupakan sesuatu yang menghinggapi setiap manusia. Kita tidak dapat terhindar dari dosa yang membawa kepada maut. Bersyukurlah Allah menginginkan kita untuk terhindar dari dosa. Melalui anugerah-Nya, Ia menuntun serta merengkuh kita. Sayangnya, manusia adalah ciptaan yang begitu rapuh dan penuh dengan keterbatasan sehingga dengan mudahnya kita kembali kepada dosa serta beragam penggodaannya. Maka dari itu perlu pertobatan senantiasa yang mengarahkan kita kepada anugerah serta pengampunan Allah. Masalahnya banyak dari antara kita tetap mengeraskan hati, melakukan ragam pembenaran yang tidak perlu, dan pada akhirnya semakin jauh dari Allah.
Pergumulan tersebut juga dirasakan oleh Ezra dan bangsa Israel yang baru sampai di Yerusalem. Sesampainya disana, Ezra mendapatkan laporan bahwa orang-orang yang telah lebih dahulu sampai di Yerusalem rupanya tidak dapat meneguhkan hati mereka serta terjerumus kepada dosa. Orang-orang tersebut mempraktikkan perkawinan campur dengan bangsa-bangsa asing di sekitar mereka. Padahal dalam hukum Taurat misalnya di Ulangan 7:1-5, hal seperti itu tidak dikehendaki Tuhan. Mereka yang melakukannya berkompromi dengan kekudusan karena ada resiko besar bahwa akhirnya mereka berpaling dari Allah kepada berhala-berhala.
Mendengar laporan tersebut Ezra menunjukkan rasa penyesalan dan perkabungannya. Pada masa itu perasaan-perasaan tersebut lazim ditunjukkan dengan tindakan tertentu seperti menangis, mengoyak pakaian dan jubah, bahkan mencabut rambut kepala atau janggut. Tindakan yang dilakukan Ezra itu menunjukkan sebuah penyesalan dan dukacita yang teramat sangat. Ia melayangkan pandangnya pada sejarah masa lampau yang juga berisi dengan dosa-dosa umat bahkan para raja dan ganjaran yang harus diterima akibat dosa tersebut. Mungkin terekam tanya dalam benak Ezra, apakah sejarah akan kembali terulang.
Segala rasa, penyesalan, malu, dan kesedihan ini menjadi penggerak utama pengakuan dosa yang ia ungkapkan. Secara pribadi, Ezra memang tidak bersalah tetapi ia menyatakan pengakuan dosa serta memohon pengampunan Allah mewakili umat yang dipimpinnya. Dalam segala kerendahan hati ia mengharapkan belas kasihan serta pengampunan Tuhan. Dasar dari permohonan itu sungguh kuat yakni ingatan akan kebaikan Allah kepada bangsa itu. Meskipun mereka dalam pembuangan tetapi Allah tetap berkenan untuk memelihara mereka, bahkan menyertai segala sesuatunya sehingga kepulang ke tanah leluhur menjadi mungkin.
Sahabat Alkitab, marilah kita merenung sejenak. Bukankah hidup kita juga penuh dengan dosa serta kesalahan yang kita perbuat kepada-Nya. Maka dalam segala kerendahan hati, akuilah itu semua di hadapan-Nya. Dosa tidak pernah tersembunyi dari Allah, hanya kita lah yang dengan segala kesombongan diri, merasa dapat menyembunyikan itu semua dari-Nya. Tuhan yang kita sembah dan imani merupakan Tuhan yang pengampun dan penyayang kepada semua orang, yang datang dengan penuh kerendahan hati dan kejujuran diri.