Pernahkah Anda berada di titik terendah hidup? Seperti seseorang yang terjebak di lorong gelap tanpa tahu di mana ujungnya. Tidak ada jalan keluar, dan tak seorang pun mendengar jeritan Anda. Dalam keadaan seperti itu, banyak orang hanya bisa berdoa. Inilah yang juga dialami oleh pemazmur sebagaimana diceritakan di pasal 18.
Mazmur tersebut diawali dengan pernyataan iman, “Aku mengasihi Engkau, ya TUHAN, kekuatanku!”. Kata ‘mengasihi’ di sini menggunakan kata Ibrani רָחַם—racham, yang dalam bentuk intensif menggambarkan kasih yang lembut, dalam, dan penuh emosi. Kata ini biasanya dipakai untuk menggambarkan kasih Allah kepada manusia. Pemazmur menampilkan ekspresi terdalam dari pengalaman pribadi yang lahir dari kesadaran akan karya penyelamatan Allah yang nyata. Ia menyebut Allah dengan delapan metafora sekaligus: bukit batu, kubu pertahanan, penyelamat, gunung batu, tempat perlindungan, perisai, tanduk keselamatan, dan kota benteng. Masing-masing metafora ini mencerminkan karakter Allah yang menyelamatkan, menopang, dan melindungi.
Bahaya yang dialami Pemazmur digambarkannya dengan ungkapan metaforis, antara lain ‘jerat maut’, ‘banjir pemusnah’, ‘tali-tali dunia orang mati’ dan ‘perangkap-perangkap maut’. Ungkapan ini tidak sekadar menggambarkan ancaman fisik, tetapi juga tekanan psikologis dan spiritual yang menghimpit jiwa. Dalam keadaan seperti itu, Pemazmur tidak melarikan diri, tetapi berseru kepada Tuhan. Respons Allah terhadap seruannya digambarkan dengan gaya apokaliptik: bumi berguncang, asap dan api keluar dari Allah, langit ditundukkan, dan Allah mengendarai kerub. Semua ini menunjukkan bahwa keselamatan bukanlah peristiwa biasa, tetapi intervensi ilahi yang melibatkan seluruh kosmos.
Sahabat Alkitab, Mazmur 18:1–11 merupakan seruan iman yang melampaui segala zaman. Ia adalah pernyataan kasih, seruan pengharapan, dan perayaan keselamatan. Sebuah liturgi kasih yang jujur, seruan pengharapan yang radikal, serta kesaksian tentang Allah yang bertindak dalam dunia nyata. Di tengah zaman yang seringkali dirundung oleh kegelapan dan keputusasaan, mungkin keyakinan iman di atas lah yang sesungguhnya kita butuhkan. Kehidupan memang seringkali menjadi begitu berat tetapi melalui seruan yang jujur kepada-Nya, kita telah berlabuh pada tempat yang tepat.