Sumber kekuatan atau kepercayaan diri orang-orang di masa modern ini biasanya dicapai melalui hal-hal material di luar dirinya. Entah itu melalui harta, kuasa, dan kekayaan. Namun pada hari ini kita hendak berefleksi bahwa sumber kekuatan serta seluruh jangkar eksistensi kita adalah pada penyertaan-Nya saja.
Mazmur 18:38–51 bukan hanya tentang kisah keberhasilan seorang raja dalam pertempuran. Ini adalah puisi iman, lagu pengakuan bahwa setiap kemenangan, sekecil apa pun atau sebesar apa pun, adalah buah dari kasih setia Allah yang tidak tergoyahkan. Pemazmur tidak memulai mazmur ini dengan catatan strategi, jumlah tentara, atau keahlian pasukan di medan perang. Ia mulai dengan pengakuan, “Engkau telah mengikat pinggangku dengan keperkasaan untuk berperang”. Di sini kita melihat gambaran tentang musuh yang terkapar, lari, dan akhirnya diinjak sebagai simbol kekalahan total. Dalam dunia kuno, menginjak musuh adalah lambang supremasi absolut, tetapi bagi Daud, semua itu terjadi bukan karena dirinya, melainkan karena Tuhan mempersenjatainya dengan kekuatan dan keberanian. Kemenangan pada akhirnya bukanlah soal superioritas militer, melainkan soal relasi dengan Tuhan. Bahkan ketika para musuh itu “berteriak kepada TUHAN”, Ia tidak menjawab mereka. Kekalahan mereka mencerminkan jarak spiritual mereka dari Allah.
Tak berhenti di kemenangan militer, bagian ini menggambarkan loncatan status Daud menjadi ‘penguasa bangsa-bangsa’. Seketika, orang-orang asing tunduk kepadanya. Apa artinya? Dalam dunia Perjanjian Lama, hal ini mengisyaratkan mandat ilahi bagi Israel untuk menjadi terang bagi bangsa-bangsa lain (lih. Kejadian 12:3). Daud, sebagai raja yang diurapi, menjadi saluran manifestasi kekuasaan Tuhan di bumi. Selanjutnya pada ayat 46–49, terdapat sukacita spiritual. “TUHAN hidup! Terpujilah gunung batuku!” Sebuah deklarasi yang mengingatkan bahwa di tengah ketidakpastian, Tuhan tetap menjadi tempat berpijak yang pasti. Bukan sekadar metafora, ‘Gunung Batu’ adalah lambang kekekalan, stabilitas, dan tempat perlindungan. Tuhan bukan hanya membela Daud, tetapi mengangkatnya, menyelamatkannya dari kekerasan, dan menjadikan hidupnya sebuah kesaksian.
Sahabat Alkitab, baiklah kita membaca Mazmur 18:38–51 bukanlah sebagai glorifikasi perang atau kekerasan, melainkan pujian bagi Allah yang memberi kemenangan dan setia pada janji-Nya. Di dalamnya kita belajar bahwa kemenangan sejati bukanlah tentang mengalahkan lawan, tetapi tentang mengenali siapa yang memberi kekuatan, siapa yang layak dipuji, dan siapa yang menjadi sumber dari segala penyelamatan. Sumber kekuatan kita pada akhirnya hanyalah di dalam Allah yang mencipta, membentuk, serta mengasihi kita senantiasa.