Sebagai pengikut-pengikut Kristus, kita menyadari bahwa jalan yang harus kita tempuh sesungguhnya tidaklah mudah. Terkadang dalam perjuangan untuk turut pada kehendak-Nya, beragam derita menghampiri kehidupan kita. Sementara itu di saat yang sama, kita melihat mereka yang jauh dari kehendak-Nya justru mengalami hidup yang begitu baik. Pelan-pelan hati kita menjerit dan bertanya tentang maksud Tuhan di balik realita tersebut.
Jeritan hati yang berbalutkan pertanyaan iman juga diekspresikan melalui bacaan kita kali ini. Pemazmur mengadu kepada Allahnya. Ia merasa begitu berat mengikut Tuhan dalam segala kehendak-Nya. Kesalahan dan dosa dijauhkannya, tetapi tulah serta hukuman menjadi bagian dari kesehariannya. Realitas yang berat itu hendak dipahaminya, tetapi sang pemazmur tidak dapat menemukan jawabannya. Sementara orang fasik seolah-olah tidak tersentuh.
Apa yang diungkapkan oleh pemazmur bukanlah tradisi yang asing dalam Perjanjian Lama. Ayub misalnya, juga digambarkan memiliki keresahan yang serupa. Pada bacaan kita ditunjukkan bahwa meskipun pertanyaan itu terlontar dari sang pemazmur, tetapi hal tersebut bukanlah tanda ketidakpercayaannya. Ayat 16-28 justru mengungkapkan keyakinan yang teguh kepada Allah. Apa yang dialaminya justru memperteguh kasihnya kepada Allah. Ia menyatakan kesukaannya untuk dekat kepada Allah. Apapun yang terjadi Tuhan pasti akan menyatakan keadilan-Nya karena Ia adalah tempat perlindungan sejati.
Sahabat Alkitab, iman kepada Allah adalah iman yang hidup. Proses beriman tersebut melibatkan segala dinamika yang dialami oleh manusia. Maka pertanyaan, keraguan bahkan kesedihan tetaplah berharga di hadapan-Nya. Bertanya kepada Allah atas segala keresahan kita tidaklah salah, berhenti mempercayai-Nya lah sesuatu yang patut disayangkan. Pada akhirnya dalam pertanyaan-pertanyaan iman ada keyakinan teguh bahwa Ia adalah satu-satunya yang berdaulat dan akan menolong kita.