Relasi dengan Allah yang digaungkan dalam Alkitab merupakan relasi yang hidup dan dinamis antara Allah dengan umat-Nya. Ketaatan yang diminta Allah dari manusia mengandaikan sebuah komunikasi yang hidup antara kedua belah pihak. Maka menjadi sebuah kewajaran jika kemudian dalam Kitab Mazmur, kita melihat berbagai syair yang memotret kondisi manusia dengan begitu jujur. Mulai dari kesesakan serta jerit lelah seseorang yang dikejar-kejar oleh musuhnya, pergumulan karena penderitaan yang begitu hebat, hingga beragam syukur yang diucapkan atas kebaikan Allah.
Pada bacaan kita kali ini dua hal yang dipotret oleh pemazmur yakni kesengsaraan dan kemiskinan. Keduanya merupakan pergumulan yang sama tuanya dengan peradaban manusia itu sendiri. Mazmur ini diposisikan sebagai sebentuk doa dari Daud, mungkin sang pemazmur ingin kita masuk kepada realitas universal dari penderitaan. Bahkan sang raja yang termahsyur itupun tidak luput dari derita. Dengan jujur pemazmur memohon agar Allah mengintervensi deritanya. Ia meminta agar Allah mengasihaninya. Mengapa? Sang pemazmur telah berseru kepada Tuhan tanpa jemu serta mengarahkan pandangan hanya kepada Allah.
Pemazmur yakin betul bahwa Tuhan tidak akan membiarkan umat yang berseru dengan teguh kepada-Nya untuk berlama-lama dalam derita. Maka satu hal yang diminta sang pemazmur adalah agar Tuhan mendengarkan dan memperhatikan doa-Nya. Tuhan pasti menjawab doa-doanya.
Sang pemazmur seolah-olah ingin memberikan contoh kepada kita tentang menghadapi sengsara dan derita. Pemazmur mengajak kita untuk datang kepada Allah di tengah segala derita dan pergumulan yang terjadi. Meskipun terkadang kita seperti tengah bergulat dengan sunyi, yakinlah bahwa Allah tetap mendengar seruan dan doa dari orang yang berharap dengan sepenuh hati kepada-Nya. Jika saat ini Tuhan mengizinkan pergumulan dan tantangan hidup itu datang, marilah tetap berjalan dalam pengharapan yang disediakan-Nya. Tuhan tidak pernah meninggalkan kita.