Para pemazmur sering mengungkapkan keyakinan total terhadap Allah. Apapun yang terjadi dan mau seperti apapun beratnya sebuah pergumulan, Allah selalu hadir menyediakan pertolongan. Bentuk pertolongan Tuhan mungkin beragam dan bergantung pada setiap situasi, tetapi pada akhirnya Tuhan adalah satu-satunya sumber pertolongan kita. Sayangnya kita masih saja sering goyah. Mengandalkan beragam “kuasa” yang kita anggap dapat menjadi alternatif sumber pertolongan.
Pada bacaan saat ini pemazmur kembali menyandingkan kuasa Allah dengan para ilah. Kesimpulannya jelas bahwa ilah-ilah itu tiada bandingnya dengan Allah. Di masa lampau tiap bangsa direpresentasikan oleh ilah-ilah yang mereka sembah. Maka pengakuan akan Allah sebagai satu-satunya otoritas secara otomatis menempatkan bangsa-bangsa itu dalam penyembahan kepada Tuhan (ay.9). Pemazmur mengungkapkan alasan dari penyembahan yang total kepada-Nya yakni karena Tuhan melakukan keajaiban-keajaiban dan karya-Nya tidak pernah berhenti atas semesta. Maka seharusnya umat Allah tidak perlu melirik ilah-ilah tersebut. Namun nyatanya umat beriman seringkali tergoda pada kuasa-kuasa lain atau ilah-ilah tersebut. Tengoklah gejala di masa kini, saat orang beriman lebih mengandalkan akal budinya, kuasa, kehormatan, dan kekayaan untuk menyelesaikan pergumulannya. Allah tidak mendapatkan tempat yang semestinya.
Maka jika pertolongan dan kedaulatan Allah adalah sebuah keniscayaan yang utama dalam semesta, dengan demikian orang beriman diundang untuk bersyukur serta menyembah Allah senantiasa. Kita diajak untuk memuliakan nama-Nya untuk selama-lamanya (ay. 12). Kasih setia Allah yang begitu besar telah dicurahkan-Nya bagi kita. Sudah sepantasnya jika umat merespons dengan penuh rasa syukur. Sudahkah kita merespons kasih-Nya dengan pantas? jangan -jangan kita masih saja sibuk dengan keraguan kita yang bertanya-tanya apakah Allah benar-benar akan menolong kita. Yakinlah bahwa Tuhan adalah satu-satunya sumber pertolongan kita.

























