Di tengah segala kesibukan serta mimpi dan ambisi yang kita kejar, rasanya mudah bagi manusia-manusia modern untuk kehilangan makna dan hal yang paling penting dalam kehidupan-Nya. Kita lupa bahwa kita ini adalah ciptaan Tuhan yang diciptakan untuk melayani-Nya semata. Segala kerja, kata, dan karya seharusnya merupakan perwujudan sembah bakti kita kepada Tuhan.
Inilah semangat yang hendak dibawa pemazmur melalui ingatan akan tindakan dan hasrat yang dimiliki oleh Daud. Dalam pasal 132, pemazmur mengajak kita untuk melihat Daud sebagai seorang teladan iman. Ia diposisikan sebagai seseorang yang menegakkan perjanjian dengan Allah. Untuk selama-lamanya Allah akan menjadi Tuhan bagi Daud serta seluruh bangsa Israel. Disinilah kita ditunjukkan akan Daud yang membangun kesetiaan kepada Allah yang diwujudkan melalui nazarnya untuk mendirikan tempat kediaman Allah atau bait-Nya yang kokoh dan kekal. Rujukan dari peristiwa ini adalah situasi Israel masa Daud yang belum memiliki bait Allah yang permanen. Bagi Daud ini mendatangkan kegelisahan tersendiri baginya, bagaimana mungkin istana Kerajaan bisa begitu megahnya, sementara kediaman Allah masih belum kokoh berdiri.
Kegelisahan sekaligus sumpah Daud itu digambarkan dengan ekstrem: tidak tidur, tidak beristirahat, dan tidak menikmati kenyamanan. Hatinya terarah pada Tuhan dan hormat akan perjanjian dengan-Nya. Meskipun pada akhirnya kita tahu bahwa Tuhan sendiri yang menetapkan bahwa rumah bagi-Nya bukan dibangunn oleh Daud melainkan oleh keturunannya, tetapi ungkapan kegelisahan Daud tetap menunjukkan sebuah fokus hidup yang terarah kepada Tuhan semata.
Maka marilah kita juga belajar dari Daud yang mengarahkan seluruh keberadaan-Nya kepada Tuhan. Hanya di dalam Tuhan saja lah kita beroleh ketentraman dan perwujudan kehendak-Nya mendatangkan sukacita yang kekal. Jangan mau disilaukan oleh terpaan godaan dunia yang hanya mengarahkan kita kepada kesia-siaan serta rasa tidak pernah cukup. Bangunlah kerinduan akan hadirat-Nya maka kita akan melihat hidup yang begitu bermakna karena selalu terarah kepada keabadian.
























