Seorang atlet dilatih dalam konsistensi dan kedisiplinan tinggi agar kemampuan yang telah dimilikinya dapat terus bertahan bahkan bertumbuh. Jika seorang atlet mulai malas atau kendor melatih tubuhnya maka niscaya kemampuannya mungkin akan jauh berkurang saat ia dengan konsisten melatih dirinya.
Bukankah iman kita kepada Tuhan-pun dapat digambarkan dalam cara yang sama? Saat itu Yesus, Petrus, Yohanes dan, Yakobus, turun dari gunung dan menjumpai murid-murid lain. Saat tiba, orang-orang dan ahli taurat mempersoalkan murid-murid Tuhan Yesus yang tidak bisa mengusir roh jahat. Yesus menegur mereka (kemungkinan para murid) dengan sebutan ‘tidak percaya’. Sembari mengingatkan kembali tentang kebersamaan para murid dg Tuhan Yesus. Mereka sudah menjadi saksi atas peristiwa-peristiwa mukjizat dan ambil bagian menjadi sarana berkat bagi orang lain. Bahkan dalam peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelumnya dengan tegas Tuhan Yesus mengatakan bahwa mereka memiliki kuasa untuk melakukan karya-karya Allah tersebut termasuk pengusiran setan.
Lantas, mengapa para murid “gagal” pada saat itu? Mungkin mereka ragu akan kuasa Tuhan yang menaungi mereka, atau mereka melakukan karya itu bukan dengan mengandalkan Tuhan melainkan diri mereka sendiri. Namun, satu hal teguran Kristus yang menyadarkan mereka, “mengapa kamu kurang percaya.” Bukankah kita juga seringkali seperti para murid yang sulit sekali untuk mempercayai-Nya dengan seluruh keberadaan kita. Iman kepada-Nya sungguh dinamis, bertumbuh seturut dengan situasi sehari-hari yang kita alami yang didialogkan dalam relasi kita dengan Tuhan. Pertanyaan mendasarnya, sudahkah kita melakukannya dan menumbuhkan iman yang berpaut erat pada-Nya.