Di tengah model hubungan antar sesama manusia, kecemburuan dapat muncul dengan dilandasi oleh beberapa penyebab. Biasanya kecemburuan ini diisi dengan iri hati, kebencian, perasaan tidak aman, dan kecurigaan. Namun, kecemburuan juga dapat diartikan sebagai ekspresi perasaan yang begitu menghargai sesuatu yang ia anggap sangatlah berharga dan ia tidak mau kehilangan hal tersebut. Kecemburuan pun menjadi sesuatu yang sangat lumrah dialami oleh manusia. Namun, bagaimana dengan Tuhan?
Berdasarkan teks Ibrani, catatan pada ayat 21 ini menggunakan penulisan yang menekankan perilaku aktif dari bangsa Israel yang telah dengan sengaja melakukan suatu tindakan untuk memprovokasi Tuhan. Secara khusus, mereka bahkan tidak hanya melakukan satu kali melainkan berulang-ulang tindakan yang mengesampingkan Tuhan. Alhasil, muncullah kosakata ‘cemburu’ di tengah hubungan antara umat Israel dengan Tuhan. Padahal, tindakan mereka itu justru hanya menumpuk banyak hal buruk ke atas hidup mereka itu sendiri. Dengan kata lain, provokasi yang mereka tujukan kepada Tuhan tidaklah menghasilkan dampak negatif pada Tuhan, melainkan hanyalah berbalik kepada diri mereka.
Ekspresi kecemburuan yang dilekatkan pada sosok Tuhan dalam teks ini lebih tepat untuk dipahami sebagai wujud kecintaan yang menganggap bangsa Israel begitu berharga di hadapan-Nya. Dengan kata lain, Tuhan menganggap bangsa Israel dengan penuh nilai dan berharga di hadapan-Nya, namun tidak demikian dengan respons bangsa Israel terhadap Tuhan. Terbukti dengan provokasi tindakan mereka kepada Tuhan, ternyata bangsa Israel tidak menganggap sosok Tuhan dan relasi antara mereka dengan Tuhan sebagai hal yang berharga dan bernilai tinggi. Itulah mengapa, mereka masih berusaha mencari banyak sosok lain selain Tuhan dan menjalin relasi baru dengan mereka.
Perenungan firman Tuhan pada hari ini kiranya dapat juga menghantarkan kita untuk menilik ulang nilai relasi yang kita miliki dengan Tuhan. Apakah kita sudah cukup menghargai dan berupaya keras untuk membangun relasi yang berkualitas bersama Tuhan? Atau, jangan-jangan kita masih memberikan ruang di dalam hati dan perhatian kita kepada ‘sosok lain’ selain Tuhan. Ingatlah, Tuhan memandang kita dengan penuh nilai dan berharga d hadapan-Nya, namun apakah demikian pula cara kita memperlakukan Tuhan dalam menjalani hubungan iman ini?