Daud, Dari Gembala Menjadi Raja Teladan

Daud, Dari Gembala Menjadi Raja Teladan

“Manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati.” (1 Sam. 16:7)

Perjalanan hidup Daud sungguh menarik. Dari seorang gembala sederhana, ia akhirnya menjadi raja. Bukan raja biasa, tetapi raja teladan. Selanjutnya ia dijadikan model dan kriteria untuk mengukur kualitas semua raja Israel. Sampai pada zaman Yesus (bahkan sampai kini), orang Yahudi tetap menantikan Mesias, raja ideal seperti Daud. Bagaimana perjalanan hidup anak gembala sederhana itu, sampai pada puncak kejayaannya?

Daud muncul tak terduga ke pentas kekuasaan. Ia sama sekali tak punya andil di awal karirnya. Israel sedang diperintah oleh Raja Saul.  Akan tetapi, ALLAH tidak lagi berkenan. ALLAH “menyesal” sudah menjadikan Saul sebagai raja Israel (1 Sam. 15:35). Maka, Ia menyuruh Samuel diam-diam pergi mengurapi salah seorang anak Isai di Betlehem. Samuel pergi membawa misi khusus dan rahasia ini. Isai memanggil 7 anak lelakinya. Samuel yang sudah pernah mengurapi Saul, sekarang pun memakai kriteria yang lama: penampilan fisik. Maka, begitu melihat Eliab, si sulung yang paling tinggi dan rupawan, Samuel langsung yakin: “Sungguh di hadapan TUHAN berdiri orang yang diurapi-Nya.” Akan tetapi, TUHAN langsung mengoreksi sang nabi: “Jangan pandang rupanya atau perawakannya yang tinggi, sebab Aku telah menolaknya. Bukan seperti yang dilihat manusia, sebab manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati.” Tujuh anak Isai dihadirkan, taka da yang terpilih. Kriteria lama sang nabi dimentahkan TUHAN.

TUHAN punya kriteria sendiri. Ia memilih raja yang “berkenan di hati-Nya” (1 Sam. 13:14). Ia memilih Daud, si bungsu yang dilupakan dan tidak masuk hitungan, bahkan oleh ayahnya sendiri. Ia dianggap belum sungguh-sungguh lelaki,  belum layak disebut laki-laki dewasa, maka tidak pantas menjadi tentara, apalagi diurapi menjadi raja. Raja adalah pahlawan, panglima pasukan, jagoan yang selalu menang dan mengalahkan lawan. Figur raja ideal kuat, perkasa, penakluk yang membuat lawan gemetar. Tetapi, ternyata bagi ALLAH raja itu anak gembala. Yang tidak diperhitungkan manusia, justru yang dipilih dan diberdayakan ALLAH. ALLAH memilih siapa saja yang “berkenan di hati-Nya”, bukan tokoh terkenal di mata manusia dan panggung dunia. ALLAH melihat hati yang tulus mau melayani, bukan hati yang haus mempromosikan diri. ALLAH melihat hati yang tahu diri, yang terbuka untuk diperbarui, bukan yang gemar berbesar hati dan berkoar-koar tentang prestasi.

Itulah cara kerja dan cara pandang TUHAN dalam memilih manusia: Ia memilh orang dianggap lemah dan tidak diperhitungkan manusia. Mengapa? Supaya terbukti-nyata bahwa Dialah yang berkarya, bukan prestasi dan kehebatan manusia, yang biasanya mudah sekali diklaim, dipamerkan dan dibanggakan! Misi dan perutusan kita adalah inisiatif-Nya. Karya pelayanan kita pun bukan prestasi kita. Itu semua semata-mata bukti karya-Nya di dunia. Kita hanya alat anugerah-Nya. 

Bagi ALLAH, pemimpin dan utusan-Nya harus bermental gembala, bukan raja. Raja adalah simbol penguasa rakyat, gembala adalah penjaga kawanan. Raja sering mengorbankan rakyatnya demi kuasa dan jabatannya. Gembala biasanya rela mati demi kawanannya. Raja biasanya terkenal, tetapi dia sendiri tidak mengenal semua rakyatnya, selain para sahabat dan kroninya. Lain halnya gembala: ia mengenal kawanannya satu per satu, bahkan memanggil mereka dengan namanya. Kawanannya pun mengenal suara gembala mereka. Ada relasi personal dan mendalam, yang ditandai dengan komitmen dan pengorbanan. Itulah kualitas-kualitas yang diinginkan TUHAN dalam diri pemimpin dan utusannya. 

 

Wajah-wajah Misi, Kisah Misi dalam Kitab Suci. Pdt. Anwar Tjen, Ph.D., Hortensius F. Mandaru, SSL, Budi Ingelina.  Lembaga Alkitab Indonesia. 2021.