Grace Simon: Carilah Dahulu Kerajaan Allah dan Kebenarannya

Grace Simon: Carilah Dahulu Kerajaan Allah dan Kebenarannya

 

Pada pertengahan decade 1970-an tidak ada orang yang tidak mengenal Grace Simon. Pada masanya ia adalah penyanyi popular yang sering tampil di layar kaca TVRI dan sering mengikuti kontes menyanyi bukan hanya tingkat nasional, namun juga ASEAN bahkan tingkat dunia.  Sebagai penyanyi bersuara emas, Grace Simon tak jarang menjadi duta seni Indonesia ke berbagai negara. Lagunya yang paling popular adalah “Bing” yang diciptakan Titik Puspa untuk menghormati kepergian seniman besar multitalenta Bing Slamet. Grace Simon juga bermain dalam puluhan judul film nasional. Sampai sekarang Grace Simon masih terus bernyanyi dan terlibat dalam berbagai kegiatan pelayanan gereja. Sesuatu yang membuatnya awet muda, tetap sehat dan terus bersemangat. Demikian kesaksian pribadi Grace Simon kepada LAI. 

Menyanyi adalah Karunia Tuhan

Saya menghayati bahwa profesi yang saya jalani sebagai penyanyi merupakan berkat dari Tuhan. Oleh sebab itu, saya menjalani profesi ini dengan keyakinan untuk  membuat diri saya menjadi berkat bagi sesama. 

Dalam menjalani hidup saya, peran mama sangat besar dalam karir maupun pertumbuhan iman saya. Beliau tahu bahwa sejak kecil bahkan sedari balita suara saya bagus. Mama yang menyadari bakat dan hobi saya tersebut membujuk saya agar mau menyanyi di gereja, memberikan persembahan pujian. 

Agar saya bersedia, mama membujuk saya dengan pertanyaan,” Non, kalau kamu sudah besar ingin jadi apa?” Waktu itu saya cuma bermimpi ingin berkeliling ke berbagai belahan dunia. Maka saya jawab cita-cita saya ingin menjadi pramugari. 

Mama pun membujuk saya,”Nah, kalau begitu nyanyi dulu untuk Tuhan. Kalau kamu melayani untuk Tuhan, pasti nanti Tuhan kasih kamu keliling dunia.” Sejak saat itu saya mulai menyanyi dalam peribadahan di gereja maupun  untuk berbagai pelayanan gereja yang lain, seperti malam dana, dan sebagainya.  

Waktu duduk di bangku SMA, iseng saya mencoba menguji kemampuan bernyanyi saya dengan mengikuti perlombaan menyanyi se-kabupaten. Tidak terduga saya berhasil memenangkan perlombaan. Maka keinginan untuk menjadi penyanyi pun mulai menguat. Sejak memenangkan lomba itu, saya bahkan sudah mulai bisa mendapatkan uang dengan bernyanyi. Saya menyanyi di restoran seminggu sekali. Saya melakukannya sembunyi-sembunyi karena ayah saya tidak mendukung cita-cita saya menjadi penyanyi. Ayah saya menganggap menyanyi tidak dapat menjamin kehidupan keluarga. 

Semasa SMA itu saya sering berlatih tenis lapangan. Kalau ingin pergi bernyanyi, dari rumah saya pura-pura pakai baju tenis, lengkap dengan sepatu olah raga. Namun, di depan kompleks perumahan mama saya sudah menunggu dengan sebuah koper berisi long dress lengkap dengan sepatu dan peralatan rias. Mama menyadari bahwa keinginan saya untuk menjadi penyanyi sudah tidak dapat dibendung lagi. 

Karir Mengalir begitu saja

Selepas SMA, saya menyusul tante saya ke Jakarta. Kebetulan tante saya memang berprofesi sebagai penyanyi. Waktu itu tante saya, Telly Latuheru, sudah cukup dikenal dan sering tampil di atas panggung, terutama di Wisma Nusantara. Saya berangkat dari rumah dengan diam-diam. Koper besar berisi pakaian dititipkan terlebih dahulu di pos satpam di depan komplek rumah. Kepada ayah saya, saya katakan mau liburan di Jakarta. Ayah saya tidak curiga, karena hanya melihat saya berbekal  hand bag kecil. 

Saya merasa bahwa inilah jalan saya, oleh sebab itu saya tetap teguh menjalaninya. Singkat kata dengan bantuan Tante Telly saya mulai merintis karir sebagai penyanyi. Suatu saat ayah saya jatuh sakit.  Ternyata pengobatannya membutuhkan banyak biaya. Pada saat itu, saya sudah mulai dikenal sebagai  penyanyi  dan  tampil  di night club besar  di Jakarta.  Salah satunya di night club Tropicana. Penghasilan saya sebagai penyanyi cukup menolong biaya pengobatan ayah saya.  

 

Setelah mulai sembuh, Ayah saya akhirnya luluh dan mengizinkan saya menjadi penyanyi. Namun, ia berpesan, ”Be your self, be a great singer, dan jangan niru-niru penyanyi lain dan milikilah integritas!” Pesan ayah saya terima sambil menyadari betapa berat isi pesan tersebut, sementara langkah untuk menjadi seorang penyanyi bukanlah langkah yang mudah. Banyak perjuangan  yang harus saya lalui. 

Lain lagi  harapan dari mama saya.  Mama berpesan melalui satu ayat Kitab Suci yang saya pegang teguh sampai sekarang, “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya, maka semuanya akan ditambahkan kepadamu.” Mama saya memang seorang yang hidupnya sangat religius. Hingga akhir hayatnya ia masih setia meliayani Tuhan sebagai pemimpin paduan suara. Pada usia ke-74, mama saya masih memimpin paduan suara di atas kursi roda. Semangatnya melayani tidak pernah hilang dari ingatan saya. Jadi, saya memaknai pesan dari mama bahwa saya harus mengutamakan Tuhan, mencari kebenaran-Nya, hidup seturut kehendak-Nya.

Selanjutnya,  apa yang dahulu saya cita-citakan memang benar-benar terjadi. Begitu saya mulai berhasil dalam karir sebagai penyanyi, saya bisa menyinggahi berbagai tempat di seluruh dunia. Seringkali sebagai duta seni, saya diundang ke Belanda, Vietnam, Bangkok, Amerika Serikat, Italia, Jepang, Korea, Australia,  Taiwan, Hongkong, Malaysia, Singapura dan banyak tempat lagi. Semua perjalanan dibiayai oleh negara.

Berkat Tuhan yang ajaib juga saya rasakan ketika kita bersandar kepada-Nya. Tempat saya menyanyi di Tropicana Night Club, merupakan tempat nongkrong produser-produser rekaman, para sutradara, dan orang-orang televisi. Saya begitu saja mendapatkan kesempatan rekaman, juga kesempatan bermain film, tanpa harus melalui proses casting. Semua mengalir begitu saja.

Juga saat harus mengikuti perlombaan menyanyi tingkat DKI Jakarta. Saya diberikan dorongan oleh senior saya, Broery Pesolima. Dia salah satu senior dan guru saya dalam bernyanyi. Dia menekankan agar saya menjadi penyanyi yang berintegritas dan menjadi diri sendiri. Broery mendaftarkan saya dalam perlombaan tingkat DKI. Tidak disangka saya berhasil memenangkan kejuaraan. Saya maju dalam perlombaan tingkat nasional, membawakan lagu ciptaan Guruh Soekarno Putra, Renjana. Sekali lagi saya berhasil memenangkan lomba, yang membawa saya mewakili Indonesia dalam festival internasional. 

Saat saya setia kepada Tuhan, sepertinya Tuhan juga memberikan kemudahan-kemudahan dalam hidup saya. Oleh sebab itu, hingga sekarang saya belajar untuk setia dan tidak meninggalkan  pelayanan di gereja. Saya mengakui iman saya memang dibentuk dalam asuhan keluarga besar mama kami, Latuheru.  Kakek saya dari pihak mama seorang Ambon, sementara nenek dari mama orang Belanda. Saya mengingat kakek seorang pemain biola yang sekaligus pelayan setia di gereja. 

Ditempa Tuhan Sejak Kecil

Saya percaya melalui berbagai pengalaman hidup, Tuhan membentuk dan menempa saya agar menjadi pelayan yang sesuai dengan kehendak-Nya. Sejak kecil, ayah sering membawa saya masuk ke pedalaman, keluar masuk hutan, berburu babi hutan. Ayah saya memang dulunya merupakan pegawai pabrik gula di daerah Jati Wangi, Cirebon. Tidak terasa kebiasaan itu membentuk saya menjadi sosok yang mandiri dan tangguh. 

Tak pernah saya duga, bahwa kebiasaan ayah yang mengajak saya ke pedalaman bermanfaat hingga hari ini. Pernah saya harus menyanyi di pelosok Banjarmasin. Setelah melalui perjalanan darat yang melelahkan dan diteruskan naik perahu kelotok, tibalah saya di sebuah gereja terpencil. Di tempat tersebut tidak ada listrik dan tentu saja tidak ada microphone. Saya menyanyi berteriak-teriak sampai suara saya habis dan tenggorokan saya sakit. Saya pikir setelahnya saya akan beristirahat di rumah pendeta atau penduduk setempat. Namun, panitia mengejutkan saya. “Mari, Bu. Kita pindah lagi pelayanan di kampong sebelah.” Kami pun naik perahu kembali. 

Saya dulu berpikir pelayanan ke pedalaman begitu berat dan melelahkan. Sempat saya berpikir bahwa Tuhan tidak adil kepada saya. Kok, teman-teman saya yang lain mendapatkan kesempatan bernyanyi di panggung-panggung besar, tidur di hotel berbintang, sedangkan saya tidak. 

Namun, lambat laun saya sadar bahwa Tuhan memang sedang menempa saya untuk menjadi pelayan-Nya. Saya diingatkan nasihat mama saya, bahwa perjuangan Tuhan Yesus jauh lebih berat dari kita. Ia harus memikul salib untuk kita semua. Maka semangat saya bangkit kembali. Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya, saya temukan ketika saya melayani jemaat di pelosok. Saat itulah, saya sadari berkat Tuhan begitu melimpah dalam hidup saya. Setiap tempaan dalam hidup akan membuat  iman kita makin bertumbuh. 

Pada kesempatan lain, saya juga menerima tempaan dalam masalah kejujuran. Menjadi pengikut Kristus harus berani menyatakan tidak kepada hal-hal yang bertentangan dengan ajaran kristiani. Saya tidak pernah berkompromi saat disodori kuitansi kosong untuk ditandatangani, terutama bila tampil di acara pemerintahan. Seringkali honor yang saya terima tidak sesuai dengan yang tertera di kuitansi. 

Saat saya menolak bertindak tidak jujur, saya harus rela tidak diundang lagi ke acara-acara tersebut. Namun bagi saya, Tuhan tidak pernah salah alamat dalam mengirimkan berkat-berkat-Nya. Ada kepuasan batin bila saya berhasil lulus dan taat kepada Tuhan, sesuai dengan firman-Nya, ”Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku.” (Yoh. 14:15).

Lakukan yang Terbaik untuk Tuhan

Pernah ada saudara-saudara seiman yang menyarankan saya berhenti sebagai penyanyi dan berfokus pada pelayanan kepada Tuhan, karena menyanyi adalah profesi sekuler. Saya sampai berkonsultasi kepada tiga orang hamba Tuhan yang cukup terkenal untuk mendiskusikan hal ini.  Salah seorang menjawab dengan jelas, ”Waktu Petrus dipanggil Tuhan menjadi murid, apakah ia berhenti menjadi nelayan?” Jika Simon Petrus saja tetap menjadi pelayan, saya pun diberikan talenta menyanyi oleh Tuhan. 

Segala berkat yang Tuhan berikan, tidak pernah saya simpan sendiri. Saya ingin orang lain juga ikut merasakan berkat dan cinta kasih Tuhan, siapa pun itu. Suatu  waktu, atas dorongan hati saya,  saya ingin membangun rumah dan usaha restoran di Bali. Di tempat ini pun saya berdoa supaya tetap bisa menjadi saluran berkat Tuhan. 

Suatu hari ada seorang petani bertemu dengan saya dan mengajak berkenalan. Ternyata beliau sedang belajar mengenal Tuhan Yesus. Ia bawa pendetanya bertemu dan berkenalan dengan saya. Sejak saat itu, setiap Bapak Pendeta Agung ingin melayani di pelosok dan gunung-gunung, beliau mampir ke restoran saya. Saya pun turut menitipkan berbagai barang seperti mie instan, air mineral, ataupun selimut dan pakaian-pakaian layak pakai. Semua mengalir begitu saja, asal kita taat kepada Tuhan. 

Beberapa karyawan, asisten rumah tangga hingga sekretaris saya menjadi pengikut Kristus karena mereka merasakan berkat Tuhan melalui saya. Hanya dengan pujian, nyanyian, dan hidup keseharian bersama mereka tanpa membeda-bedakan,  mereka bisa mengenal kasih Allah dan ingin ikut merasakan kasih Allah. Satu pengalaman yang masih teringat ketika tukang sampah di depan rumah yang berbeda agama, meminta saya berdoa untuknya. Ia bersyukur kepada Tuhan meskipun mereka bukan beragama Kristen. Kesempatan untuk hidup bersama dan mendoakan serta melayani orang lain merupakan kesempatan bagi saya untuk melayani Tuhan. Oleh sebab itu, saya memberikan yang terbaik kepada Tuhan tanpa menuntut balas, karena saya yakin Tuhan akan memberikan berlimpah-limpah nantinya kepada saya. Segala berkat Tuhan yang saya rasakan, kiranya juga dirasakan oleh orang lain. Tidak terbatas tembok gereja, aliran ataupun agama. Tuhan memakai saya untuk menjadi pelayan-Nya di mana pun dan kapan pun.

Saya menganggap bahwa hidup saya layaknya seperti Alkitab yang terbuka. Saya berusaha menghidupi Firman Tuhan dalam Alkitab di kehidupan saya sendiri. Saya berusaha menjadi pribadi yang berintegritas dan beriman kepada Allah. Saya berusaha melayani-Nya dengan jujur, taat dan setia. Meskipun banyak orang yang menolak, memfitnah, dan memaki, saya percaya  selama saya berjalan di dalam dan bersama dengan Tuhan, Ia akan menolong dan menopang saya. Segala kesusahan, segala pencobaan saya serahkan di dalam kuasa tangan-Nya. 

Sampai saat ini, Tuhan memberikan banyak sekali kepercayaan dan kesempatan untuk melayani umat-Nya tanpa harus menjadi pendeta. Saya menggunakan bakat dan berkat yang Tuhan karuniakan kepada saya untuk melayani-Nya. Tanpa-Nya, saya mungkin tidak akan seperti ini. Saya diberikan kesempatan untuk menyampaikan Kabar Baik ke rumah-rumah tahanan, menyatakan kasih kepada orang-orang asing dan bahkan menolong mereka untuk ikut menjadi pengikut Kristus. Ini adalah kesempatan yang saya nikmati karena kepercayaan Tuhan kepada saya. 

Kepada keluarga dan orang-orang di sekitar saya, saya selalu mengingatkan mereka untuk selalu mengucap syukur atas kasih Tuhan. Saya selalu mendorong mereka untuk  berdoa dan meminta hikmat kepada Tuhan agar dapat melayani-Nya dengan tulus. 

Menjadi pengikut Kristus, menjadi Alkitab yang terbuka ternyata tidak mudah. Pesan firman Tuhan, jelas,”Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.” (Kol. 3:23). Percayalah, segala berkat dan upah kelak akan kita terima.