Terang Di Tengah Kegelapan

Terang Di Tengah Kegelapan

 

Kesaksian Mr. Alexander Enholc

Perang Dunia II menyisakan ingatan-ingatan yang mengerikan bagi banyak orang. Bahkan hampir setahun setelah perang, ketika wakil-wakil dari belasan Lembaga-lembaga Alkitab berkumpul di Sussex, London pada 7-9 Mei 1946 untuk mempersiapkan berdirinya Persekutuan Lembaga-lembaga Alkitab Sedunia (United Bible Society-UBS), beberapa dari mereka masih merasakan trauma perang tersebut. Meskipun perang demikian menyengsarakan, mereka masih bisa merasakan uluran tangan Tuhan di tengah-tengah situasi penuh kegelapan. Satu di antara mereka Mr. Alexander Enholc, Kepala Perwakilan Lembaga Alkitab Inggris (British and Foreign Bible Society) di Polandia. Pada waktu itu Polandia belum memiliki lembaga Alkitab sendiri dan Lembaga Alkitab Inggris mendirikan perwakilannya di Warsawa, ibukota Polandia. Berikut kesaksian Mr. Alexander Enholc yang disampaikannya dalam sebuah sesi pertemuan lembaga-lembaga Alkitab di Sussex tersebut. 

Sebuah Bom Jatuh

“Pada hari-hari awal invasi Jerman, sebuah bom jatuh di dekat kantor perwakilan yang sekaligus menjadi depot (toko kecil) Perwakilan Lembaga Alkitab Inggris (BFBS) di  Warsawa. Ledakannya menghancurkan jendela dan pintu. Hanya ada satu panel kaca kecil di depan kantor saja yang tersisa. Di panel itu ada petikan firman Tuhan,”Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan pernah berlalu (Mat. 24:35).”

Selama bulan-bulan yang panjang dan tahun-tahun yang berlalu di tengah Perang Dunia II, potongan firman Tuhan itu tetap dibiarkan terpatri pada tempatnya. Orang-orang yang lewat dan sempat membacanya akan melepas topi mereka, membuat tanda salib dan berkata,”Ini adalah suatu keajaiban.”

Sebagai Kepala Perwakilan Alexander Enholc menegaskan, meskipun situasinya serba sulit pelayanan lembaga Alkitab harus terus dilanjutkan. Namun, nama Lembaga Alkitab Inggris (British and Foreign Bible Society-BFBS) harus diubah menjadi cukup “Lembaga Alkitab” saja, karena orang-orang Jerman begitu tidak suka dan membenci segala hal yang berhubungan dengan Inggris. Maka, para staf pun memutuskan untuk memasang papan nama baru “Lembaga Alkitab” yang tertulis dalam dua bahasa, Polandia dan Jerman. Terlepas dari bahaya yang mengintai dan kecurigaan polisi rahasia Jerman, 266.000 eksemplar Alkitab, Perjanjian Baru dan petikan-petikan Alkitab(porsion) disebarluaskan melalui depot lembaga Alkitab tersebut. Toko buku atau kolportase akhirnya juga dilarang buka oleh tentara Jerman, tetapi beberapa pria pemberani berjuang mengambil risiko agar Alkitab dapat disebarluaskan secara diam-diam untuk menguatkan hati pembacanya. Alkitab yang boleh tersedia adalah Alkitab dalam bahasa: Polandia, Ukraina, dan ditambah beberapa buku rohani terbitan Rusia. Saat itu ada  larangan total penjualan buku-buku dan terbitan lain dalam bahasa: Inggris, Prancis dan bahkan Turki.

Di tengah kesulitan hidup yang luar biasa, 6.000 Alkitab dan 22.000 Perjanjian Baru untuk Polandia berhasil dicetak, tanpa kantor perwakilan di Polandia mengeluarkan biaya cetaknya. Ketika semua kantor dan perusahaan Inggris di Polandia ditutup, satu-satunya yang boleh tetap bekerja dan melayani adalah kantor Lembaga Alkitab. Bagi para staf Lembaga Alkitab berbagai kemudahan ini adalah sebuah keajaiban dan bukti pertolongan Tuhan.

“Empat kali saya dipanggil ke Gestapo, ditahan, mengalami intimidasi dan terakhir kali bahkan saya tidak pernah berharap untuk kembali ke rumah. Saya ditanya tentang berbagai pekerjaan lembaga Alkitab dan sempat pula muncul pertanyaan apakah saya dekat juga dengan Mr. Haig. Ketika saya mengatakan pekerjaan kami tidak ada hubungannya dengan politik, saya ditanya, ‘Apakah kamu menentang Hitler?' Saya bilang saya tidak tahu,  tapi Kitab Suci kami mengatakan bahwa semua pemerintah datang dari Tuhan. Petugas Gestapo menjawab, 'Begitulah yang benar—sekarang kamu bebas,’”tutur Mr. Enholc.

Pada hari-hari awal Perang Dunia, Alexander Enholc diangkut tentara selama beberapa minggu ke Polandia Timur, dan istrinya mengambil alih pelayanan depot Alkitab. Ny. Enholc berjuang sendirian melawan pengepungan Jerman di Warsawa. Nantinya, selama masa perjuangan gerilya pejuang-pejuang Polandia, ia ikut mengungsi ke luar kota. Kadang-kadang ia pergi ke Warsawa untuk mendapatkan makanan, kemudian mengunjungi kantor perwakilan untuk mengamankan dua belas dus Kitab Suci terakhir, cetakan-cetakan bagian Alkitab, dan mesin tik. Kemudian, karena keadaan kota yang semakin rawan, Ny. Enholc tidak dapat kembali masuk Warsawa dan selama enam minggu tinggal di ruang bawah tanah.

“Menjelang masa-masa puncak perang, Jerman memutuskan untuk mengirim wanita dan anak-anak ke kamp konsentrasi, istri saya diangkut dan dibawa ke pertambangan. Dia sempat melayangkan protes, karena kesehatannya sangat buruk. Meskipun ia menderita banyak perlakuan buruk secara fisik, akhirnya dia berhasil kabur,”kata Mr. Enholc. 

Sebagian besar penduduk Polandia adalah penganut Katolik yang taat. Selama masa-masa perang pelayanan Lembaga Alkitab mendapatkan simpati dan dukungan yang cukup besar dari Gereja Katolik Roma. Banyak pimpinan umat maupun umat Katolik yang mendatangi kantor Lembaga Alkitab, mengunjungi depotnya dan menanyakan kapan toko akan dibuka kembali. Ternyata perang yang mendatangkan sengsara, meningkatkan kebutuhan umat akan Alkitab. Ribuan bahkan jutaaan umat membutuhkan inspirasi dan kekuatan dari Kitab Suci di tengah dunia yang bergejolak. 

“Pada saat-saat seperti itu kami menyadari, pertolongan Tuhan sungguh nyata. Meskipun kehidupan begitu sulit dan penuh tantangan, Tuhan tidak pernah meninggalkan kami. Berkali-kali Tuhan menyelamatkan kami melewati hari-hari gelap Perang Dunia. Tampaknya Tuhan masih mempercayai kami untuk melayani-Nya, menyebarkan Kabar Baik untuk banyak orang,”pungkas Alexander Enholc.”