Mengakui Kuasa dan Hikmat Allah
Giliran Ayub menjawab tiga lawan bicaranya. Menurut Ayub, mereka tidak konsisten. Mengapa? Sebab mereka mengatakan bahwa Tuhanlah yang paling tahu isi-hati manusia. Hanya Dialah yang tahu siapa yang benar dan salah. Hanya Dialah yang adil dalam menghakimi. Lantas, mengapa ketiganya sekarang berani mengadili Ayub? Mengapa mereka bersikeras bahwa Ayub pasti punya salah dan dosa?. Dari mana pengetahuan mereka itu? Teman-temannya itu sama-sekali tidak menjawab pesoalan dasar Ayub. Maka, Ayub berbicara tentang Hikmat.
Hikmat dapat dipelajari dari alam: dengan memandang dan bertanya kepada binatang, burung dan bumi. Mereka akan menjawab dan menuntun manusia kepada Sang pencipta. Hikmat juga diajarkan oleh orang tua dan para pendahulu kita. Akan tetapi, hikmat sejati berasal dari TUHAN. Ayub memgakui betapa mulia dan tak terbatas hikmat Allah itu. Ayub percaya bahwa Allah menciptakan dan menguasai segala-galanya. Singkatnya, Ayub mengakui kekuasaan dan hikmat Allah. Maka, penderitaannya tentulah berasal dari Allah juga. Itulah yang ingin ia dapat penjelasannya. Apa yang sudah dibuat Ayub, sehingga Allah sedemikian murka kepadanya? Itulah pertanyaan dan pergumulan Ayub, yang gagal dijawab ketiga temannya.
Banyak pertanyaan dalam hidup kita yang tidak akan terjawab. Banyak misteri yang tak terselami. Seringkali kita memaksakan jawaban hanya demi menghibur diri, atau memberikan harapan palsu kepada sesama. Belajarlah dari Ayub: carilah hikmat dari alam-semesta. Belajarlah dari hikmat orang tua dan para bijak pendahulu kita. Di atas segalanya: mohonkanlah hikmat sejati dari Allah sendiri. Hanya dalam iman kepada-Nya, pertanyaan dan pergumulan kita akan mendapat titik-terang, meski jawaban tuntas mungkin akan terus tertunda.
Salam Alkitab Untuk Semua