Dalil agama telah menjadi alat untuk melancarkan dan mewujudkan niatan jahat dari kumpulan orang yang membenci Paulus. Hal ini merupakan sesuatu yang miris, mengingat latar belakang mereka yang erat kaitannya dengan pengetahuan dan kepemimpinan umat. Peran mereka sebagai orang-orang yang dapat menghadirkan dampak baik dan membangun keimanan umat Yahudi pada saat itu justru digunakan secara sembarang dengan memanipulasi hukum maupun paham keagamaan. Tentu saja sikap yang demikian tidak sepatutnya diterima dan dilakukan oleh seorang umat Tuhan yang mengaku mengikat dirinya dalam otoritas Tuhan.
Namun, inilah salah satu wujud kenyataan yang tidak dapat dielakkan yakni ketika ada sejumlah pihak yang menggunakan segala macam cara untuk melanggengkan niat jahatnya. Bahkan, mereka dengan tidak berat hati menggunakan dasar-dasar keagamaan sebagai jerat untuk menjatuhkan dan membunuh orang lain. Mereka telah dengan tega mendatangkan hal buruk kepada orang lain, meski harus melakukannya dengan menggunakan hubungan keimanan antara manusia dengan Tuhan.
Hal semacam ini juga telah menunjukkan kepada kita bahwa hubungan antara seorang umat dengan pengajaran keimanan tidak serta-merta menghadirkan dampak yang konstruktif bagi kehidupannya. Hal ini bukan berarti pengajaran keimanan itu adalah buruk, namun semuanya perlu di cermati secara seksama. Secara spesifik, seseorang yang sedang menikmati pengajaran keimanan, menikmati relasi iman dengan Tuhan, perlu memaknainya secara serius dan mendalam dengan ketulusan agar setiap pemahaman iman yang melekat pada dirinya tidak justru disalahgunakan. Sikap dari kumpulan Yahudi dalam kisah Paulus ini merupakan contoh manusia yang mengaku beriman namun menggunakan pengajaran iman sebagai senjata untuk mencederai orang lain, bukan justru menjadi alat bantu untuk menciptakan kehidupan yang damai sejahtera dalam kebersamaan. Oleh sebab itu, marilah kita maknai relasi iman itu secara mendalam, penuh kesadaran dan kerendahan hati agar tidak terjebak pada kefasikan maupun kemunafikan.