Yosafat telah mendapatkan pembelajaran iman yang sangat penting dan begitu berpengaruh terhadap kehidupannya. Pengalaman di ambang kematian yang ia alami pada saat melawan perkataan TUHAN di medan perang telah menjadi pembelajaran yang sangat membekas bagi Yosafat. Terlebih lagi teguran dari Yehu bin Hanani, seorang pelihat, semakin membangkitkan kesadaran dan keputusan iman Yosafat untuk kembali kepada TUHAN. Tidak berhenti pada hal tersebut, Yosafat juga menjalankan perannya sebagai pemimpin yang baik bagi rakyatnya, secara khusus terkait relasi iman antara rakyat dengan TUHAN.
Yosafat mendatangi rakyat-rakyatnya untuk kembali mengikut TUHAN dengan segenap hati. Ia juga mengkalibrasi ulang peran para pemimpin rakyat yang lain demi menghasilkan kehidupan komunitas yang sehat sebagai umat TUHAN. Pesan yang Yosafat tekankan kepada para hakim adalah sangat penting bahwa ‘Pertimbangkanlah apa yang kamu buat, karena bukanlah untuk manusia kamu mengadili melainkan untuk TUHAN, yang turut bersamamu ketika menjatuhkan putusan’. Tentu saja, perintah itu tidak sekadar mandat satu arah dari Yosafat sebagai raja kepada para pembantunya, melainkan juga menjadi hasil permenungan dan pembelajaran iman yang sangat membekas bagi dirinya. Pengalaman di medan perang pun tidak menjadi sia-sia karena Yosafat berhasil menjadikannya sebagai kesempatan untuk berbalik kepada TUHAN yang tidak hanya berdampak baik bagi dirinya, melainkan juga bagi kehidupan kerajaan yang ia pimpin.
Sahabat Alkitab, permenungan ini tidak hanya mengajak kita untuk meresapi kisah Yosafat yang telah berhasil menggumuli hidupnya secara sungguh-sungguh hingga menghasilkan dampak baik bagi imannya tetapi juga mengingatkan bahwa kita perlu merenungkan secara sungguh-sungguh setiap pengalaman hidup sebagai sebuah peluang untuk mengalami transformasi iman yang konstruktif. Segala bentuk pengalaman hidup, entah yang penuh suka maupun diselimuti duka, keduanya memiliki potensi yang sama baiknya untuk menghantarkan kita kepada pembelajaran iman yang sangat krusial terhadap proses pertumbuhan iman sebagai umat TUHAN. Persoalannya sekarang adalah apakah kita mampu mengoptimalkan pengalaman-pengalaman tersebut atau justru masih kita biarkan menjadi sia-sia?
