Ketika Nasihat Tidak Selalu Benar

Renungan Harian | 22 Maret 2025

Ketika Nasihat Tidak Selalu Benar

Ketika seseorang mengalami penderitaan, sering kali kita merasa terdorong untuk memberikan nasihat. Kita ingin menghibur, membantu, atau bahkan mencari jawaban atas penderitaan itu. Namun, apakah setiap nasihat yang kita berikan selalu benar dan bijaksana? Inilah yang bisa kita pelajari dari kisah Elifas dalam Ayub 4:1-11.


Elifas adalah sahabat Ayub yang berasal dari Teman, sebuah kota yang terkenal sebagai pusat kebijaksanaan. Dengan niat baik, ia mencoba menasehati Ayub yang sedang menderita. Ia berkata bahwa Ayub, yang sebelumnya meneguhkan orang lain, kini justru tampak goyah (Ayub 4:3-5). Elifas menganggap bahwa penderitaan Ayub adalah akibat dari dosanya sendiri (Ayub 4:7-8). Pandangan ini seolah masuk akal, karena secara umum orang di masa itu meyakini bahwa mereka yang hidup dalam kejahatan akan menuai konsekuensinya. Barangsiapa hidup saleh maka akan diperlakukan dengan baik, sementara yang berlaku salah akan dihajar. 


Selanjutnya Elifas melanjutkan nasehatnya dengan memberikan berbagai argumentasi yang dipahaminya sebagai hikmat. Hukuman atas mereka yang berlaku salah di hadapan Allah bukan terjadi hanya karena sebab akibat saja melainkan dijalankan oleh Allah. Oleh karena itu, pembalasan tidak dapat dielakkan. Walaupun belum tampak dalam jangka waktu dekat, pembalasan pasti terjadi dalam jangka waktu panjang dan di dunia ini. Inilah ajaran yang dipegang teguh oleh Elifas dan kedua temannya. Paham tersebut haruslah juga diterima dan dipahami oleh Ayub dalam rangka menerima serta memahami deritanya. Dalam pemahaman itulah akan datang penghiburan. 


Namun justru di sinilah kesalahan Elifas, ia menerapkan prinsip ini sebagai hukum mutlak, tanpa mempertimbangkan bahwa ada penderitaan yang bukan akibat dari dosa pribadi. Ayub sendiri adalah orang yang benar di hadapan Allah (Ayub 1:8), dan penderitaannya bukanlah hukuman dari Allah. Bisa saja ada derita yang merupakan akibat dari tindakan-tindakan manusia, tetapi tidak demikian dengan apa yang dialami Ayub. Lantas apakah penjelasan Elifas cukup menghibur Ayub? Tentu saja tidak.


Maka dari situasi ini kita belajar bahwa hendaknya dalam penghiburan-penghiburan yang kita lakukan kepada orang lain yang tengah dalam derita atau pergumulan mempertimbangkan situasi yang mereka alami dan bukan hanya berdasarkan maksud dan pola pikir kita saja. Seringkali penghiburan dan pemahaman yang biasa kita sampaikan kepada mereka justru menampilkan sebuah situasi yang timpang. Kita sebagai pemberi nasehat adalah pihak yang superior dan sedang baik-baik saja, sementara mereka yang tengah menderita adalah pihak yang inferior dan sedang tidak baik-baik saja. Kiranya kita dimampukan untuk berbela rasa terhadap derita sesama. Nasehat akan dapat berdampak baik jika mempertimbangan situasi dan suara orang yang sedang dalam derita.

Logo LAILogo Mitra

Lembaga Alkitab Indonesia bertugas untuk menerjemahkan Alkitab dan bagian-bagiannya dari naskah asli ke dalam bahasa Indonesia dan bahasa daerah yang tersebar di seluruh Indonesia.

Kantor Pusat

Jl. Salemba Raya no.12 Jakarta, Indonesia 10430

Telp. (021) 314 28 90

Email: info@alkitab.or.id

Bank Account

Bank BCA Cabang Matraman Jakarta

No Rek 3423 0162 61

Bank Mandiri Cabang Gambir Jakarta

No Rek 1190 0800 0012 6

Bank BNI Cabang Kramat Raya

No Rek 001 053 405 4

Bank BRI Cabang Kramat Raya

No Rek 0335 0100 0281 304

Produk LAI

Tersedia juga di

Logo_ShopeeLogo_TokopediaLogo_LazadaLogo_blibli

Donasi bisa menggunakan

VisaMastercardJCBBCAMandiriBNIBRI

Sosial Media

InstagramFacebookTwitterTiktokYoutube

Download Aplikasi MEMRA

Butuh Bantuan? Chat ALIN


© 2023 Lembaga Alkitab Indonesia