Pada masa lampau, berbagai kebudayaan di dunia seringkali mengambil kebijaksanaan kehidupan dari proses pengamatan terhadap alam raya yang ada di sekitar. Baik itu hewan-hewan, benda-benda langit, maupun unsur-unsur lain yang ada di semesta. Hal tersebut akibat dari akal budi manusia yang terus berkembang dan mencoba mencari berbagai cara untuk memahami segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupannya. Mungkin proses serupa yang juga dilakukan oleh Allah ketika Ia menjumpai Ayub yang telah berulang kali mengundang-Nya untuk bertanya jawab soal penderitaan yang dialaminya. Allah menyatakan wahyu-Nya dalam cara yang dipahami oleh Ayub. Ia tidak mengungkapkan dengan gamblang seluruh pemikiran-Nya karena akal manusia yang terbatas ini tentu tidak dapat dibandingkan dengan hikmat Tuhan yang melampaui segala akal. Maka Allah menggunakan berbagai makhluk dan seluruh isi semesta untuk menjadi sarana penyampai pesan dari Allah kepada Ayub.
Pada perikop yang kita baca, Allah melanjutkan uraian-Nya mengenai keledai liar. Sebelumnya di ayat 8, Allah menggambarkan seekor keledai liar yang diumbar dan keledai jalang yang dibuka tali tambatannya. Tempat bagi mereka bukan di kota-kota dimana keledai-keledai yang telah lama dijinakkan menjadi andalan karena keandalannya untuk transportasi orang dan barang. Melainkan Allah telah menyediakan tempat bagi keledai-keledai itu di padang belantara. Disana mereka dapat menemukan makan dengan mudah sementara di kota menjadi tempat yang begitu asing. Allah hendak menegaskan bahwa Ia memahami setiap karakteristik dari ciptaan-Nya.
Allah melanjutkan penuturan-Nya kali ini dengan memakai lembu hutan sebagai gambaran untuk menyatakan maksud-Nya. Lembu sudah lama dijinakkan untuk membajak, menyisir tanah, menarik gerobak dengan hasil ladang dan barang berat lainnya; kekuatannya jauh melebihi kekuatan manusia. Akan tetapi, ada juga lembu hutan yang menjauhkan diri dari manusia dan takkan takluk, tak tertarik oleh makanan dari palungan, tidak mau dipaksa mengikuti perintah orang atau dipercayakan melakukan apa mau tuannya. Sementara itu burung unta telah lama dipakai dalam sastra hikmat untuk menggambarkan ketiadaan hikmat yang nampak dalam tindakan. Hal itu didasarkan pada pengamatan atas burung unta yang sering membiarkan telurnya di panas matahari dan mengeram di malam hari. Tindakan tersebut ditafsirkan sebagai tindakan keras kepada anak-anak-Nya.
Sahabat Alkitab, hidup berlandaskan hikmat serta kebijaksanaan Allah adalah hidup yang dijalani dengan penuh kesadaran. Seringkali sebagai manusia-manusia modern, kita terlarut dalam kesibukan dan rutinitas sehari-hari. Hidup dijalani tanpa makna dan semuanya berlalu begitu saja. Namun, melalui bacaan hari ini kita diajak untuk menghayati hikmat dan bimbingan-Nya melalui segala sesuatu yang ada di sekitar kita. Saat kita merasa begitu kesepian dan kehilangan harapan, bisa saja Allah telah menguatkan kita melalui cuaca yang baik di pagi hari serta hal-hal kecil lainnya yang menunjukkan perlindungan-Nya. Hiduplah dengan kesadaran penuh akan kasih serta bimbingan-Nya. Mintalah hikmat Tuhan dalam setiap situasi yang kita jalani dalam kehidupan.