Di tengah kesibukan sehari-hari, mudah bagi kita untuk lupa bahwa hidup itu sendiri adalah hadiah yang layak dirayakan. Setiap detik, setiap napas, dan setiap kesempatan untuk bertemu dengan orang lain adalah wujud nyata berkat Allah. Dalam era media sosial yang menuntut pencapaian dan popularitas, seringkali kita terjebak menilai hidup dari apa yang kurang, bukan apa yang ada. Mazmur 67 mengajak kita berhenti sejenak dan melihat kehidupan sebagai perayaan syukur, di mana setiap orang bisa ikut merayakan karya dan kasih Allah.
Mazmur ini dimulai dengan doa sederhana namun mendalam, “Kiranya Allah mengasihani kita dan memberkati kita” (ayat 2). Berkat yang diminta bukan hanya untuk kesejahteraan pribadi, melainkan agar “jalan-Mu dikenal di bumi, dan keselamatan-Mu di antara segala bangsa” (ayat 3). Dua pesan utama muncul dari ayat ini: pertama, syukur yang sejati melampaui kepentingan diri; kedua, berkat yang kita terima adalah kesaksian yang memanggil dunia untuk ikut merayakan kehidupan. Berkat Allah yang kita terima bukan sekadar hadiah pribadi, tetapi bagian dari narasi besar yang mengundang semua orang untuk bersukacita bersama.
Pada ayat 5, pemazmur menekankan keadilan Allah sebagai pusat perayaan: Allah memimpin seluruh bangsa dengan adil dan membimbing mereka agar hidup dalam harmoni. Pesan ini relevan di zaman kita, di mana konflik dan ketidakadilan kerap memecah-belah manusia. Mengakui bahwa Allah mengatur kehidupan dengan bijaksana mengajarkan kita untuk merayakan kehidupan secara kolektif—bahwa kebahagiaan dan kesejahteraan kita terkait dengan kebaikan orang lain. Sehingga ungkapan syukur tersebut memberi makna pada kehidupan orang lain. Pengalaman ini akhirnya menumbuhkan empati, kebahagiaan, dan rasa keterhubungan sosial. Dengan kata lain, perayaan kehidupan menjadi dialog antara hati yang bersyukur dan dunia yang disentuh oleh kasih.
Mazmur 67 mengingatkan bahwa hidup bukan sekadar bertahan, tetapi untuk dirayakan. Merayakan kehidupan berarti bersyukur atas berkat Allah, membagikannya dengan sesama, dan menyaksikan keadilan dan kasih-Nya di dunia. Syukur yang tulus melampaui kata-kata: ia diwujudkan dalam tindakan, dalam cara kita menjaga ciptaan, menolong sesama, dan menegakkan keadilan. Maka, marilah kita tidak melewatkan kesempatan untuk merayakan kehidupan setiap hari. Setiap senyum, setiap pertolongan, setiap kebaikan yang kita lakukan adalah refleksi dari berkat Allah yang nyata. Merayakan kehidupan bukan sekadar kata, melainkan cara kita hidup sebagai saksi kasih dan kebaikan-Nya.