Mazmur 119 adalah mazmur terpanjang dalam Alkitab, dan disusun dengan pola puisi akrostik: setiap delapan ayat mengikuti urutan abjad Ibrani. Struktur unik ini bukan hanya ornamen sastra, melainkan cara pemazmur menegaskan bahwa seluruh kehidupan, harus dimulai, dijalani, dan diakhiri dalam firman Tuhan. Bacaan hari ini mencakup bagian huruf Ibrani Gimel (ay. 17–24) dan Daled (ay. 25–32). Dua suasana hati yang berbeda namun saling terhubung: pergumulan moral dan pergumulan emosional.
Pada bagian Gimel, pemazmur menghadapi tekanan sosial yang besar. Ia melihat para pemimpin menindas orang kecil dan mengejar kepentingan pribadi tanpa malu dan tanpa takut akan Tuhan. Mereka menghina, bahkan mengesampingkan orang yang memilih taat pada firman. Pemazmur menyimpulkan bahwa ia seperti orang asing di dunia yang tidak sejalan dengan nilai kerajaan Allah (ay. 19). Namun responsnya bukan membalas kebencian dengan kebencian. Ia memohon Tuhan menjaga hidupnya, membuka matanya agar mampu melihat karya firman yang melampaui pengertian manusia , dan meneguhkan kerinduan untuk setia. Bagi pemazmur, firman bukan sebatas aturan, melainkan sebuah kegemaran dan penasihat (ay. 24).
Masuk ke bagian Daled, suasana menjadi lebih gelap dan personal. Jika pada Gimel pergumulannya bersifat sosial, kini ia bergulat secara emosional: “Jiwaku rebah dalam debu” (ay. 25). Ia hampir mati, ia ditindas dan diremukkan. Namun di titik terlemah itulah ia berpegang pada satu hal, yaitu firman Allah yang menyelamatkan. Ia memohon penguatan, pemulihan, dan jalan keluar. Hal ini menggambarkan dinamika batin seorang yang bertahan melalui meaning-making, menemukan makna dalam penderitaan dengan bertopang pada janji Tuhan. Ia tahu hanya firman yang dapat mengangkatnya dari debu menuju kehidupan kembali.
Sahabat Alkitab, dunia mungkin mengejar jalan yang berbeda dari nilai-nilai firman Tuhan, sehingga bisa dimaklumi kalau hati kita terkadang merasa lelah menghadapi situasi tersebut. Namun hari ini pemazmur mengingatkan, ketika kita merasa asing, firman-Nya memberi arah; ketika hati kita hancur, firman-Nya memberi kehidupan. Sebab di tengah dunia yang berubah dan tekanan yang menghimpit, hanya firman Tuhan yang sanggup menjaga hidup dan memulihkan jiwa. Maka dari itu marilah kita hidup dalam keteguhan hati untuk menaati serta melakukan firman-Nya, apapun yang terjadi dalam kehidupan kita. Saat hidup baik-baik saja, turutilah firman-Nya. Sebaliknya saat hidup tidak baik-baik saja, tetaplah turuti firman-Nya.
























