Penindasan manusia kepada sesamanya telah menjadi persoalan klasik dalam peradaban. Manusia menindas manusia lainnya. Satu bangsa yang merasa superior, menindas bangsa lainnya. Bahkan pada masa modern ini penindasan belum menghilang, berubah menjadi bentuk baru yang lebih canggih dan terselubung. Namun dalam realita yang masih jauh dari kondisi ideal tersebut, Allah tetap menuntun kita untuk hidup dalam pengharapan kepada-Nya. Bahwa pembebasan dan kasih kepada seluruh ciptaan, suatu saat nanti akan ditegakkan dan kita terlibat dalam proses perwujudannya.
Bangsa Israel peka sekali dengan realitas penindasan. Mereka punya sejarah kolektif atas perbudakan oleh bangsa Mesir yang terjadi kepada para leluhur bangsa. Pada bagian awal bacaan kita kali ini, realitas pahit itu kembali disinggung. Kondisi penindasan itu digambarkan sebagai sesuatu yang menyesakkan. Israel sebagai bangsa dipersonifikasikan. Pengalaman penindasan itu telah dialaminya sejak “masih muda”. Sekian lamanya ia ditindas tetapi tidak juga dikalahkan, meskipun ia diposisikan sebagai pembajak, mengikatnya dengan tali dan memerintahkannya untuk membajak.
Pemazmur sadar bahwa kekuatan dan karya pembebasan tersebut bukanlah karena kekuatan-Nya. Tuhan sendirilah yang memutuskan tali orang-orang fasik. Ungkapan tersebut menggambarkan cengkraman dan kekuasaan orang-orang fasik atas Israel, bagaikan tali bajak yang mengikat dan menyengsarakan. Kekuasaan dan rezim yang fasik diruntuhkan oleh Allah sendiri. Allah menghancurkan struktur kekuasaan yang menekan Israel karena Ia adalah satu-satunya pembebas dan hakim yang adil. Pembebasan inilah yang menjadi pola berulang dalam sejarah Israel. Membuktikan akan kasih serta penyertaan Allah yang tidak pernah usai.
Kiranya keyakinan iman inilah yang juga kita hidupi sebagai orang percaya. Ada dua sudut pandang yang dapat kita refleksikan dari situ. Pertama, Allah yang membebaskan setiap orang yang tertindas dan terpinggirkan. Maka disaat kita mengalami kesesakan dan penindasan janganlah gentar karena Tuhan yang akan menolong serta membebaskan kita. Kedua, umat Tuhan jangan terlibat sebagai penindas sesamanya karena Tuhan tidak menghendaki penindasan terjadi. Berharaplah pada pembebasannya dan wujudkanlah keadilan serta kasih dalam interaksi kita kepada sesama.
























