Nampaknya, Maria dan Yusuf tidak pernah menyangka bahwa momen pemberian nama sekaligus ritus penyunatan yang diberikan kepada Yesus telah melampaui dari apa yang pada umumnya terjadi. Baru saja mereka berjumpa dengan Simeon, kini mereka juga mendapatkan afirmasi dari Hana, seroang nabi perempuan yang telah mengabdikan hidupnya secara total kepada TUHAN dan tidak pernah meninggalkan Bait Allah.
Pada saat Simeon memberikan berkat kepada Maria dan Yusuf, Hana pun menyambung penegasan tentang identitas Yesus melalui lantunan syukur serta pernyataan kenabiannya di hadapan banyak orang yang hadir di Bait Allah pada saat itu. Ucapan berkat dari Simeon dan pernyataan Hana itu pun telah menempatkan posisi Yesus sebagai sentral atau pusat dari pembaharuan hidup serta krisis hidup. Yesus telah ditegaskan sebagai pembawa pembebasan.
Pernyataan Hana ini sebenarnya sudah mengarah kepada tindakan penebusan yang akan Yesus lakukan untuk mengalahkan maut. Pada teks asli, kata ‘kelepasan’ menggunakan kata dasar λύτρωσις, lutrósis yang berarti sebuah tindakan penebusan atau pembebasan yang memerdekakan. Di dalam Perjanjian Lama praktik ini biasa dilakukan kepada seorang budak dengan cara membayarkan harga penuh untuk melepaskan statusnya dari seorang budak. Nubuat Hana ini pun kembali dijelaskan oleh si penulis injil Lukas, khususnya pada pasal 24:13-35 untuk mengklarifikasi bahwa pembebasan yang dilakukan oleh Yesus bukanlah bersifat politis melainkan kehidupan kekal. Yesus melakukan penebusan, pembayaran penuh, untuk membebaskan dunia dari kuasa maut.
Perilaku Simeon dan Hana yang ditampilkan pada catatan ini perlu kita lihat sebagai beragam tindakan pendidikan iman yang dapat terjadi pada waktu dan tempat yang tidak kita dunga. Bahkan, Maria dan Yusuf, sebagai orang tua Yesus yagn sudah lebih dahulu mengetahui tentang identitas sang Anak pun tidak pernah menyangka bahwa mereka mendapatkan kesempatan pengajaran yang semakin meneguhkan identitas Yesus. Namun, inilah ruang-raung misteri yang Tuhan kerjakan dalam jalannya kehidupan manusia. Sebagai umat Tuhan, kita perlu mempersiapkan diri dan membangun kepekaan agar tidak meluputkan proses pendidikan iman yang dapat terjadi melalui momen-momen kehidupan yang tidak kita duga, bahkan pada waktu dan tempat yang kita anggap tidak mungkin terjadi.