Manusia memang dianugerahi keingintahuan yang besar akibat dari akal budi yang dimilikinya. Kita terbiasa mengajukan pertanyaan atas segala sesuatu. Namun seharusnya kita sadar bahwa sebagai ciptaan Allah, manusia memiliki keterbatasan. Kita tidak dapat menyandingkan diri dengan Allah, Sang Pencipta semesta. Mungkin ada kalanya jiwa kita akan terbebas justru saat pertanyaan kita tidak memperoleh jawaban atas pertanyaan kita asalkan Tuhan dalam Diam-Nya tetap bersama kita senantiasa. Inilah yang coba disampaikan oleh Elihu. Ia memberikan penutup dari pidatonya yang panjang dengan mengajak Ayub berhenti menuntut Tuhan, dan mulai merenung dalam keheningan, tentang “siapa kita sebenarnya di hadapan Allah yang Maha Tinggi?”
Bagi Elihu, badai yang menggelegar, awan yang menggulung, dan kilat yang menyambar bukan sekadar gejala meteorologis. Itu adalah “suara” dari surga—komunikasi Ilahi yang bukan untuk ditafsirkan seenaknya, melainkan untuk direnungkan dalam takjub dan gentar. Dalam ayat 24, Elihu mengakhiri dengan sebuah pukulan yang tajam: “Setiap orang yang menganggap dirinya berhikmat, tidak dihiraukan-Nya” Kalimat ini adalah teguran keras, tidak hanya bagi Ayub yang terlalu yakin dengan pembelaannya, tetapi juga bagi siapa pun yang mencoba “memahami” Tuhan dengan kebijaksanaan manusia yang terbatas.
Sahabat Alkitab, di dunia yang serba cepat, rasional, dan penuh opini seperti sekarang, kita sering merasa perlu menjelaskan segala sesuatu termasuk Tuhan. Kita terbiasa mengukur makna penderitaan, keberhasilan, bahkan moralitas berdasarkan logika dan pengalaman pribadi. Sekalipun sikap Elihu tidak sepenuhnya tepat karena kurang empati dengan penderitaan Ayub, tetapi tetap ada hal baik yang dapat menjadi perenungan kita. Sebuah penyadaran, bahwa ada ruang dalam kehidupan iman yang tidak bisa ditembus oleh kalkulasi dan argumen manusia, yaitu ruang untuk takjub, ruang untuk diam, dan ruang untuk takut akan Tuhan. Sekalipun manusia adalah makhluk yang “bertanya”, ada kalanya diperlukan untuk “berdiam”, dan dalam keheningan yang kudus itulah kita belajar dan menemukan makna.