Kehidupan seringkali memperhadapkan kita pada ketakutan. Anak muda cemas soal masa depan, apakah bisa mendapat pekerjaan di tengah persaingan yang ketat? Orang tua takut tidak mampu mencukupi kebutuhan keluarga di tengah harga yang melonjak. Sebagian orang diliputi rasa was-was menghadapi kondisi politik yang tidak stabil, atau khawatir akan masa depan bangsa. Rasa takut bisa membuat kita lumpuh, kehilangan arah, bahkan kehilangan kepercayaan diri. Namun Mazmur 56 memberi kesaksian bahwa rasa takut memang nyata, tetapi iman yang sejati memampukan kita untuk menghadapinya.
Pemazmur tidak menutupi ketakutannya. Ia merasa diserang, ditindas, dan nyawanya diincar oleh musuh (ayat 2–7). Ini menggambarkan kondisi manusia ketika hidup dalam tekanan. Menariknya, pemazmur tidak menunggu sampai rasa takut hilang untuk percaya. Justru di tengah rasa takut ia berkata, “Waktu aku merasa takut, aku percaya kepada-Mu” (ayat 4). Iman di sini bukan rasa berani yang tiba-tiba muncul, melainkan keputusan untuk bersandar kepada Allah meski hati masih gentar.
Rasa takut merupakan respons alami tubuh terhadap ancaman, bahkan ketakutan adalah bagian dari eksistensi manusia. Namun justru ketakutan itulah yang menuntun kita pada lompatan iman. Pemazmur sudah membuktikannya, air matanya pun diyakini tidak luput dari perhatian Allah (ayat 9). Artinya, iman tidak menghapus rasa takut, melainkan mengubahnya menjadi jalan menuju kedalaman relasi dengan Tuhan.
Sahabat Alkitab, Mazmur 56 menegaskan bahwa iman bukanlah menunggu sampai rasa takut hilang, melainkan berani berkata, “Aku percaya” di saat ketakutan masih menguasai hati. Imanlah yang menolong kita melawan rasa takut, bukan dengan menutup mata terhadap realita, tetapi dengan membuka hati pada Allah yang menopang. Maka ketika rasa takut datang, entah tentang pekerjaan, keluarga, kesehatan, atau masa depan, jangan biarkan ia melumpuhkan kita. Biarkan iman menjadi kekuatan yang menggerakkan langkah. Sebab iman bukan hanya soal percaya kepada Allah di saat damai, tetapi terutama soal berani bersandar kepada-Nya di tengah gelombang. Dalam iman, kita menemukan bahwa setiap air mata kita dicatat-Nya, setiap langkah kita dijaga, dan setiap ketakutan kita diubah menjadi harapan.