Tanggal 12 November lalu, kita baru saja memperingati Hari Ayah Nasional. Ada banyak orang membagikan foto bersama ayah mereka, tapi di sisi lain, tak sedikit yang justru merasa sedih karena telah kehilangan ayahnya. Ada yang tumbuh tanpa figur ayah, ada pula yang punya ayah tapi tidak terbangun relasi yang dekat. Fenomena ini dikenal dengan fatherless generation, suatu kondisi yang bukan sekadar tentang ketiadaan fisik seorang ayah. Fatherless juga bicara mengenai jarak emosional antara seorang anak dengan sosok ayah di dalam keluarganya. Ayah yang mengenal, melindungi, dan menuntun dengan kasih sayang.
Mazmur 103 membawa kita pada wajah Allah yang menjawab kerinduan itu. Pemazmur membuka dengan ajakan yang sederhana tapi mendalam, “Pujilah TUHAN, hai jiwaku! Pujilah nama-Nya yang kudus, hai segenap batinku!" (ayat 1). Ia sedang berbicara kepada dirinya sendiri, mengingatkan dirinya untuk bersyukur dan tidak melupakan kebaikan Tuhan. Ia tahu benar, jikalau ia berhenti mengingat kasih Tuhan, hatinya perlahan akan kehilangan arah. Lalu pemazmur mulai mengingat satu per satu karya kasih Tuhan: Dialah yang mengampuni, menyembuhkan, menyelamatkan, memahkotai, dan memuaskan (ayat 3–5). Allah mengampuni saat kita jatuh, menyembuhkan setiap luka, menyelamatkan hidup dari jurang keputusasaan, memahkotai dengan kasih setia, dan memuaskan hati yang haus akan makna kehidupan. Kasih-Nya bukan sekadar kata-kata, tapi menjangkau seluruh keberadaan hidup kita.
Pesannya begitu menyentuh dan menenangkan, “Seperti bapak sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang yang takut akan Dia. Sebab Dia tahu dari apa kita dibentuk, Dia ingat bahwa kita ini debu.” Kasih Allah bukanlah kasih yang menuntut, melainkan kasih yang mengerti. Ia tahu kita lemah, Ia tahu kita rapuh, dan justru karena itulah Ia penuh belas kasihan. Allah tidak memperlakukan kita setimpal dengan kesalahan kita, sebab kasih-Nya lebih tinggi dari langit di atas bumi.
Sahabat Alkitab, mungkin ada di antara kita yang tumbuh tanpa pelukan ayah, sudah tidak lagi bisa berjumpa dengannya atau merasa jauh dari figur yang seharusnya melindungi. Namun Mazmur hari ini mengingatkan bahwa di hadapan Allah, kita mendapatkan sosok Bapak yang sejati. Ia yang menyediakan segala sesuatu dalam hidup kita. Menuntun dalam kegelapan, serta mengingatkan kita akan kesalahan-kesalahan yang mungkin kita pilih. Pada saat yang sama bagi kita yang dipercaya peran sebagai seorang bapak atau ayah, jalanilah tanggung jawab kita dengan penuh kasih serta kesadaran penuh bahwa apapun tindakan kita terhadap anak-anak akan menjadi fondasi emosional dan spiritualnya.

























