Saat kita tengah berada dalam pergumulan dan kesulitan yang hebat, rasanya kita punya kecenderungan untuk melihat mereka yang sepertinya memiliki kondisi yang lebih baik. Dalam situasi tersebut seringkali kita menjadi goncang. Apalagi bila ditambah dengan perjumpaan dengan kata-kata sinis dari orang lain yang mempertanyakan kepercayaan kita kepada Tuhan. Namun seorang percaya diundang untuk memahami bahwa apapun yang terjadi, Tuhan tidak pernah meluputkan perhatian-Nya dari kita. Ia adalah Allah yang hidup dan senantiasa hadir serta berkarya di tengah kehidupan.
Pergumulan di atas juga nampak dalam bacaan kita kali ini. Dalam nuansa kekalahan mereka atas Babilonia yang menyebabkan pembuangan, ada sebuah rasa rendah diri kolektif yang merasuk dalam nuansa kebatinan masyarakat Israel. Jika mereka dikalahkan apakah berarti Allah juga kalah? Setidaknya sindiran atas ketidakberdayaan Allah itu terasa dari bangsa-bangsa lain di sekitar mereka (ay. 2). Dengan tegas pemazmur menjawab tuduhan tersebut. Allah bangsa Israel adalah Allah yang hidup, berdaulat dan berkuasa, sebaliknya semua ilah bangsa-bangsa lain hanya berhala mati. Orang-orang yang bersandar kepada ilah seperti itu, juga akan turut binasa.
Setelah itu pemazmur mengundang umat untuk mengandalkan Tuhan senantiasa. Sudah menjadi sebuah keniscayaan jika umat Tuhan mengandalkan Tuhan senantiasa. Ia adalah sumber kehidupan dan pertolongan kita. Mereka yang mengandalkan Tuhan akan hidup sampai selama-lamanya, bersama Allah hingga kepada keabadian.
Di tengah pergumulan berat yang menerpa kehidupan marilah kita terus berharap kepada-Nya. Hanya Tuhan yang menjadi sumber pertolongan kita. Meskipun terkadang sesuatu belum bergerak atau berubah ke arah yang kita kehendaki, janganlah ragu karena Allah adalah Allah yang hidup serta sanggup mengubahkan segala sesuatu. Sebagai orang beriman yang perlu kita lakukan adalah terus mendekat kepada-Nya lewat ketaatan dan ibadah kepada-Nya.
























