Kematian adalah sebuah keniscayaan yang akan dihadapi oleh seluruh makhluk hidup, tidak terkecuali manusia. Menariknya hanya manusialah yang mempunyai kemampuan untuk merenungkan kematian tersebut dan membayangkannya. Entah dalam kesiapan penuh atau justru kengerian yang membayangi karena misteri atas kematian yang pasti akan menjelang. Dalam nuansa itulah seringkali kematian menjadi sebuah atribut atas pengalaman terdesak dan situasi titik nadir yang mungkin dialami oleh manusia.
Bacaan kita kali ini juga menggambarkan situasi terjepit dan terdesak suatu pergumulan yang mendesak seseorang hingga kepada situasi kritis serta terjepit. “Jerat maut melilit aku, kegentaran terhadap dunia orang mati menimpa aku, aku susah dan merana” (ay.3), demikianlah seruan pemazmur untuk menggarisbawahi sebuah krisis yang mungkin dihadapi seorang manusia. Maut dan dunia orang mati menjadi ungkapan untuk menyatakan keadaan tanpa harapan, baik itu secara fisik, emosional, maupun spiritual.
Di tengah titik krisis yang seolah tanpa jalan keluar tersebut siapakah yang dapat menjadi penolong? Allah sajalah yang dapat menjadi penolong dari segala tantangan serta pergumulan yang dihadapi oleh manusia. Pemazmur meyakini bahwa Allah mendengar suaranya serta menyendengkan telinga-Nya kepada mereka yang berharap serta berseru dengan sungguh. Tuhan berpihak kepada mereka yang tengah tertindas dan dilanda kesulitan. Maka orang percaya pada akhirnya akan mendapatkan ketenangan, bukan karena kekuatan diri sendiri melainkan karena Tuhan yang telah berbuat baik. Ia meluputkan orang percaya dari maut. Dengan ekspresi yang mendalam, pemazmur menjelaskan pembebasan itu sebagai tindakan Allah meluputkannya dari cucuran air mata dan menjaga kaki sehingga tidak tersandung. Krisis dan bahaya itu telat lewat karena campur tangan Tuhan.
Sahabat Alkitab, mungkin kita tengah berada dalam perlintasan kehidupan yang penuh dengan persoalan, tantangan, hingga pergumulan yang begitu menyesakkan jiwa. Marilah belajar dari pemazmur bahwa satu hal yang dapat kita kerjakan adalah memanjatkan seruan kepada Allah dengan penuh keyakinan bahwa Ia pasti mendengarkan kita. Jika maut yang misterius dan tidak terelakkan itu dapat Ia luputkan atas dasar kasih setia-Nya, maka tidak ada satupun pergumulan kita yang terlalu besar untuk diatasi-Nya. Berharaplah terus kepada Tuhan karena Ia yang meluputkan kita dari cucuran air mata.

























