Jika boleh menengok sejenak pada jalan hidup yang telah kita lalui, apakah yang menjadi respons kita? Mungkin salah satu diantaranya adalah kekaguman serta syukur atas beragam peristiwa hidup yang terjadi tanpa pernah luput dari rengkuhan kasih-Nya. Kilasan balik tersebut melahirkan kekuatan yang diperlukan dalam menjalani hidup sehari-hari. Bukan berdasarkan kekuatan diri sendiri, melainkan karena kasih serta penyertaan Allah.
Pada perikop kali ini, pemazmur mengajak umat di masa itu untuk melihat sejenak sejarah bangsa mereka. Salah satu titik tonggak sejarah yang penting bagi orang-orang Israel adalah peristiwa pembebasan bangsa Israel dari perbudakan di tanah Mesir. Dengan gaya sastra yang unik, pemazmur menceritakan kembali bagaimana bangsa Israel keluar dari Mesir. Bayangkanlah apa yang dilakukannya seperti para pujangga yang melukiskan berbagai peristiwa indah dalam diksi-diksi yang sedikit hiperbola, tetapi hangat dan menggugah. Pemazmur menggambarkan peristiwa pembebasan yang besar itu sebagai bentuk pernyataan kuasa Allah yang mengguncang tatanan semesta. Allah membelah Laut Teberau dan menghentikan aliran Sungai Yordan. Hampir setiap gunung yang dilewati menyimpan kenangan ajaib, khususnya ketika gunung batu yang keras memancarkan air untuk diminum.
Pemazmur seolah-olah berdialog dengan alam untuk menampilkan keajaiban Allah. Benda-benda alam yang sebelumnya menjadi saksi bisu atas segala sesuatu, kini berbicara dan mengagungkan karya Allah atas Israel. Tuhan semesta Alam lah yang menggerakkan mereka. Personifikasi ini untuk menghadirkan ingatan yang erat melekat kepada umat Israel agar mereka senantiasa mengingat karya pembebasan Allah.
Bukankah Allah juga tidak pernah berhenti melakukan karya-Nya dalam kehidupan kita. Bahkan semesta dipakai-Nya untuk menghadirkan kebaikan dalam hidup kita. Maka dari itu saat hidup sedang tidak baik-baik saja, menengoklah sebentar pada masa yang telah lalu dan rasakan dekapan kasih-Nya. Dari sanalah datangnya pengharapan yang tidak pernah usai dalam kehidupan kita.
