Kedaulatan Tuhan Sang Pencipta Semesta mengatasi segala hal yang ada. Ia menunjukkan karya-Nya secara berkesinambungan. Tidak ada satupun hal yang luput dari perhatian-Nya. Termasuk tragedi, luka, dan kerapuhan yang menjadi realitas sehari-hari umat manusia. Namun memang terkadang, saat kita mengalami langsung pergumulan tersebut, begitu berat rasanya. Kesepian dan kesendirian seolah menjadi kawan dalam menghadapi derita.
Keyakinan iman itulah yang diungkapkan pemazmur dalam bacaan kita. Ia mengadu kepada Allah. Jeritan penderitaannya begitu menyayat hati. Ia telah berada di ambang batas kebinasaan. Akankah Allah bergerak dan menolong? Secara retoris ia mengungkapkan keyakinannya di ayat 11-13. Tidaklah mungkin Allah diam atas derita yang dialami oleh mereka yang hidup. Hanya yang hidup dapat memanjatkan puji-pujian kepada Allah dan memuliakan-Nya. Pernyataan pemazmur berlandaskan pemikiran Israel kuno bahwa dunia orang mati adalah tempat sunyi tanpa kemungkinan relasi dengan-Nya. Dengan kata lain, pemazmur memohon agar Tuhan mempertahankan hidupnya supaya kesetiaan dan kasih Tuhan tetap diberitakan.
Berlandaskan keyakinan tersebut ia tetap menyatakan iman percayanya dengan gigih. Setiap pagi doa dipanjatkan kepada Allah. Sebuah kesetiaan yang tidak bergantung pada keadaan atau perasaan. Inilah iman yang matang, saat susah ataupun senang, dalam luka dan derita sekalipun, Allah tetap dimuliakan.
Kiranya kita juga dimampukan untuk terus bergantung dan berserah kepada Allah. Saat hidup diterpa oleh pergumulan yang berat dan seolah tidak ada harapan, yakinlah Tuhan senantiasa menuntun dan mendengar doa kita. Mari belajar untuk memiliki iman yang dewasa. Saat hidup baik-baik saja kita menyembah-Nya dan saat pergumulan serta masalah datang, kita tetap menyembah-Nya.

























